Inilah fatwa-fatwa para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang sesatnya jama’ah-jama’ah yang menyelisihi Ahlus Sunnah[1], diantaranya Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh[2].
- 
Fatwa Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh –rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh
 
“Dari Muhammad bin Ibrahim. Kepada yang Yang Mulia Pangeran Kholid bin Su’ud, pimpinan Dewan Kerajaan yang terhormat. Assalamu ’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selanjutnya : 
Kami telah menerima surat Paduka Yang
 Mulia (No. 36/4/5– d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya yang 
berisi permohonan kepada Raja Yang Mulia dari seorang yang bernama 
Muhammad bin Abdul Hamid Al-Qodiry, Syah Muhammad Nurani, Abdus Salam 
Al-Qodiry, dan Su’ud Ahmad Dahlawi tentang pengajuan proposal bantuan 
untuk kegiatan perkumpulan mereka yang mereka namakan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al-Islamiyyah“,
 demikian pula beberapa buah kitab kecil yang dilampirkan bersama surat 
permohonan mereka. Maka kami memaparkan kepada Yang Mulia bahwa perkumpulan ini tidak ada kebaikan di dalamnya
 karena merupakan organisasi bid’ah dan kesesatan. Dengan membaca 
kitab-kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka, kami
 mendapati semua kitab-kitab kecil itu mengandung kesesatan, bid’ah, 
ajakan untuk menyembah kuburan dan kesyirikan. Semua itu merupakan 
perkara yang tidak bisa didiamkan. Karenanya, kami akan bangkit -insya 
Allah- untuk membantahnya sehingga bisa tersingkap kesesatannya dan 
terhalang kebatilannya. Kami memohon kepada Allah agar menolong 
agama-Nya dan mengangkat Kalimat-Nya. Wassalamu ’ alaikum 
warahmatullah”. (S-M-405, tertanggal 29/1/1382 H )[3]
- 
Fatwa Ketua Lajnah Daimah, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- tentang Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh
 
Pertanyaan :Samahatusy Syaikh, gerakan Ikhwanul Muslimin
 telah memasuki kerajaan ( Saudi Arabia) sejak beberapa waktu yang lalu.
 Mereka telah memiliki berbagai kegiatan di tengah-tengah para penuntut 
ilmu . Bagaimana pendapatmu tentang gerakan itu? Dan seberapa jauh 
hubungannya dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah? 
Jawaban : “Gerakan 
Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh khawas (orang-orang khusus) ahli 
ilmu (para Ulama), karena mereka tidak memiliki kegiatan dakwah kepada 
tauhid (secara hakiki) dan tidak mengingkari kesyirikan serta 
bid’ah-bid’ah. Mereka memiliki cara-cara khusus yang menyebabkan 
kurangnya kegiatan mereka berdakwah kepada Allah dan tidak adanya 
pengarahan kepada aqidah yang benar sebagaimana seharusnya Ahlus Sunnah 
wal Jama’ah. 
Sepatutnya bagi Ikhwanul Muslimin 
untuk memiliki perhatian kepada dakwah salafiyah, yaitu dakwah kepada 
tauhid, pengingkaran terhadap peribadahan kepada kuburan, bergantungnya 
hati kepada orang yang sudah mati, istighatsah (meminta tolong saat 
tertimpa musibah) kepada penghuni kubur, seperti kepada Husain, Hasan, 
Badawy dan yang semisalnya. Wajib atas mereka memiliki perhatian 
terhadap perkara yang sangat mendasar ini, karena ia adalah dasar agama 
ini dan ajakan pertama Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam- di Makkah. 
Beliau mengajak untuk mengesakan Allah dan mengajak kepada makna Laa 
Ilaaha Illallah (tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah) .
Kebanyakan para Ulama mengkritik mereka karena masalah ini, yaitu tidak
 adanya semangat mereka untuk berdakwah kepada tauhidullah dan 
memurnikan ibadah kepada-Nya serta pengingkaran kepada sesuatu yang 
telah diada-adakan oleh orang-orang bodoh, seperti bergantung kepada orang-orang mati, ber-istighatsah kepada mereka, karena hal ini adalah merupakan syirik besar. 
Demikian pula, para Ulama mengeritik 
mereka karena tidak adanya perhatian mereka (secara hakiki) terhadap 
sunnah, ittiba’ (berteladan) kepadanya dan tidak adanya perhatian 
terhadap hadits yang mulia dan manhaj salaful ummah dalam hukum-hukum 
syari’at[4].
 Masih banyak lagi permasalahan lain yang aku dengar dari 
saudara-saudaraku (para Ulama) yang mengkritik mereka. Semoga Allah 
memberikan taufiq (hidayah) kepada mereka, membantu mereka (untuk 
bertaubat) dan memperbaiki keadaan mereka. ” [Dinukil dari majalah Al-Majallah, (no. 806)][5]
Fatwa Terakhir Asy-Syaikh Bin Baz -rahimahullah-
 tentang Jama’ah Tabligh, setelah sebelumnya beliau sempat memuji mereka
 karena belum tahu hakikat sebenarnya tentang adanya 
penyimpangan-penyimpangan Jama’ah Tabligh [6]
Asy- Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- pernah ditanya tentang Jama’ah Tabligh. Penanya itu berkata, Syaikh
 yang mulia, kami telah mendengarkan adanya Jama’ah Tabligh dan usaha 
dakwah mereka. Apakah anda menyarankan kami untuk bergabung dalam 
Jama’ah ini? Saya mengharapkan pengarahan dan nasehat. Semoga Allah 
memperbesar balasan pahala anda”. 
Beliau menjawab , 
“Setiap orang yang mengajak dan berdakwah ke jalan Allah, maka ia itu 
disebut muballigh (penyampai dakwah) berdasarkan hadits [“Sampaikanlah 
dariku walau sebuah ayat”]. Akan tetapi Jama’ah Tabligh yang terkenal 
berasal dari India, mereka itu memiliki khurafat, beberapa macam bid’ah 
dan kesyirikan. Maka tidak boleh seorang KHURUJ (keluar berdakwah) bersama
 mereka, kecuali jika ia memiliki ilmu, maka dia boleh keluar untuk 
mengingkari dan mengajari mereka. Adapun jika ia keluar hanya sekedar 
ikut-ikutan dengan mereka, maka tidak boleh. Karena mereka itu memiliki 
khurafat, kekeliruan, dan sedikit ilmunya. Akan tetapi, jika Jama’ah 
Tabligh, ada orang selain dari (jama’ah) mereka yang memiliki ilmu dan 
bashirah, maka ia boleh keluar bersama mereka untuk berdakwah di Jalan 
Allah[7],
 atau misalnya ada orang yang memiliki ilmu dan bashirah, ia boleh 
keluar bersama mereka agar bisa memberikan keterangan, pengingkaran, 
pengarahan menuju kebaikan, dan pengajaran terhadap mereka sampai mereka
 mau meninggalkan madzhab mereka yang batil, dan memilih madzhab Ahlis 
Sunnah Wal Jama’ah”.[8]
(Ditranskrip dari kaset “Fatwa Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz ‘ala Jama’atit Tabligh”
 yang direkam di Thaif kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan 
didalamnya terdapat bantahan terhadap talbis (tipu daya) Jama’ah Tabligh
 dengan berpegang pada fatwa lama Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- ketika memuji mereka, sebelum jelas bagi beliau akan hakikat keadaan dan manhaj Jama’ah Tabligh)[9].
Semoga Jama’ah Tabligh dan 
orang-orang simpati kepada mereka bisa mengambil faedah dari fatwa ini, 
sebab fatwa ini beliau ucapkan berdasarkan realita Jama’ah Tabligh, 
aqidah mereka, manhaj mereka dan imam-imam yang mereka ikuti. 
Penegasan Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- bahwa Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh adalah ahlul bid’ah, masuk dalam 72 golongan sesat
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- ditanya, “Semoga Allah memperbaiki kondisi Anda. Hadits Nabi -shallallahu‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat yang berbunyi: [“Umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan kecuali satu”].
 Apakah Jama’ah Tabligh dengan berbagai macam kesyirikan dan bid’ah yang
 mereka kerjakan, dan Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun dengan berbagai macam
 hal yang ada pada mereka berupa perpecahan, membelot, tidak taat dan 
tidak mendengar terhadap pemerintah. Apakah kedua kelompok ini termasuk 
72 golongan yang binasa tersebut ? 
Beliau -semoga Allah Ta’ala 
mengampuni dan meliputi beliau dengan rahmatNya- menjawab: “Masuk dalam 
72 golongan. Semua orang yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah masuk 
dalam 72 golongan tersebut. Yang dimaksud dengan (Ummatku)
 adalah Umat Ijabah (yang menerima dakwah Islam) dan mau mengikutinya, 
jumlahnya ada 73 golongan, hanya saja ada satu golongan yang selamat 
karena mau mengikuti beliau dan istiqomah di atas agamanya. 72 golongan 
di antara mereka ada yang kafir, pelaku maksiat dan ahli bid’ah dengan 
berbagai macam coraknya”. 
Penanya menimpali : “Maksudnya kedua kelompok ini masuk dalam kategori 72 golongan tersebut?” 
Beliau menjawab :
 “Ya, keduanya masuk dalam kategori 72 golongan tersebut, begitu juga 
Murji’ah dan lainnya, Murji’ah dan Khowarij. Sebagian ulama’ memandang 
bahwa Khowarij termasuk golongan yang telah keluar dari Islam, tapi 
masuk dalam kategori 72 golongan tersebut”.[10]
- 
Fatwa Muhadditsul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullah- tentang Penegasan beliau bahwa Ikhwanul Muslimin bukan termasuk Ahlus Sunnah, bahkan memerangi Sunnah
 
Beliau -rahimahullah- berkata dalam kaset yang berjudul “Muhawarah ma’a Ahadi Atba’i Muhammad Surur”: “Tidak benar jika dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah, karena mereka justru memerangi Sunnah”.
Beliau -rahimahullah- pernah ditanya,
 “Apa pendapat anda tentang Jama’ah Tabligh. Apakah boleh bagi seorang 
tholibul ilmi (penuntut ilmu) atau yang lainnya keluar bersama mereka 
(Jama’ah Tabligh) dengan dalih berdakwah ke jalan Allah? 
Beliau menjawab, “Jama’ah Tabligh 
tidak berdiri di atas manhaj Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya 
shallallahu‘alaihi wa sallam dan manhaj As- Salafus Shalih. Jika 
demikian halnya, maka tidak boleh keluar berdakwah bersama mereka karena
 hal itu bertentangan dengan manhaj kita di dalam menyampaikan dan 
mendakwahkan manhaj As- Salafus Shalih. Hanya seorang alim-lah yang 
boleh keluar berdakwah di jalan Allah, adapun orang-orang yang keluar 
berdakwah bersama mereka (Jama’ah Tabligh), maka kewajiban mereka adalah
 tetap tinggal di negara mereka dan belajar di masjid-masjid mereka 
sehingga bisa berbuah dari tangan-tangan mereka ulama yang mampu 
berdakwah di jalan Allah. Jika keadaannya masih seperti itu, maka para 
penuntut ilmu harus mengajak mereka untuk mempelajari Kitabullah dan 
Sunnah serta mengajak manusia kepada Sunnah di negara mereka 
masing-masing. 
Mereka (Jama’ah Tabligh) tidak punya 
perhatian untuk berdakwah kepada Kitabullah dan Sunnah sebagai prinsip 
umum. Bahkan mereka menganggap dakwah seperti ini sebagai pemecah-belah.
 Karenanya, mereka layaknya seperti Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin. 
Mereka berkata bahwa dakwah mereka 
tegak di atas Al-Kitab dan Sunnah, tapi ini hanya sekedar pengakuan 
saja. Mereka itu tidak dikumpulkan oleh suatu aqidah apapun. Orang ini 
beraqidah Maturidiyah, yang ini Asy’ariyah, yang ini Sufi dan yang 
lainnya tidak ada madzhabnya. 
Hal ini bisa terjadi karena dakwah mereka dibangun di atas suatu prinsip: “Mari bersatu, kemudian belajar ilmu”,
 sedangkan pada hakekatnya mereka itu tidak punya ilmu pengetahuan. 
Telah berlalu pada mereka lebih dari setengah abad, namun tidak ada 
seorang Ulama pun di antara mereka. 
Adapun kami, maka kami katakan, “Belajarlah dulu, baru berkumpul” sehingga berkumpul itu dibangun berdasarkan prinsip yang tidak ada perselisihannya di dalamnya. 
Jadi, dakwah Jama’ah Tabligh 
merupakan dakwah Neo-shufiyyah (Sufi Moderen), hanya mengajak orang ke 
akhlak, adapun usaha memperbaiki aqidah masyarakat, maka mereka hanya 
berdiam-diri dan tidak berusaha. Karena ini (dakwah kepada aqidah yang 
benar) menurut sangkaan mereka bisa memecah belah umat. Telah terjadi 
surat-menyurat antara Saudara Sa’ad Al-Hushoin dengan 
Pemimpin Jama’ah Tabligh di India atau Pakistan, melalui surat itu 
terbukti bahwa mereka (Jama’ah Tabligh) menetapkan bolehnya tawassul 
(bid’ah-pent.), istighotsah (dengan selain Allah-pent.) dan banyak lagi 
perkara lainnya yang sejenis ini. Mereka menuntut para pengikutnya untuk
 membai’at empat buah tarekat, seperti Tarekat Naqsyabandiyyah, maka 
setiap anggota Tabligh, harus berbai’at menurut prinsip ini. Mungkin
 sebagian orang berkata : [Jama'ah ini, dengan sebab usaha sebagian di 
antara pengikutnya, banyak di antara manusia sadar dan mau kembali ke 
jalan Allah. Bahkan terkadang sebagian orang non-muslim masuk Islam 
melalui tangan mereka. Bukankah ini cukup untuk membolehkan kita untuk 
keluar dan berkecimpung bersama mereka dalam berdakwah]. Kami jawab, Sesungguhnya ucapan ini telah kami ketahui dan sering dengar, kami ketahui ucapan ini dari orang-orang sufi!! 
Sebagai contoh, disana ada seorang 
syaikh aqidahnya rusak dan tidak mengetahui sunnah sama sekali, bahkan 
ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil…, sekalipun demikian 
kebanyakan orang-orang fasiq bisa bertaubat lewat tangan syaikh 
tersebut…! 
Setiap jama’ah yang mengajak kepada 
kebaikan tentu ada pengikutnya, tapi kita perlu lihat isinya, apa yang 
mereka dakwahkan? Apakah mereka mengajak orang mengikuti Kitabullah, 
hadits-hadits Rasul -shallallahu alaihi wa sallam dan aqidah As-Salafus 
Shalih serta tidak fanatik buta kepada madzhab tertentu, dan mengikuti 
sunnah dimanapun ia berada dan bersama siapapun?! Jadi, Jama’ah Tabligh 
tidaklah memiliki manhaj ilmiyyah, tapi manhaj mereka disesuaikan dengan
 lingkungan mereka berada. Mereka ibaratnya seperti bunglon. ” [ Lihat al- Fatawa al-Imaratiyah, Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah-, pertanyaan no . 73 hal . 38]
- 
Fatwa Faqihuz zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin –rahimahullah- tentang berbilangnya jama’ah Islamiyah yang masing-masing memiliki pemahaman menyimpang
 
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin –rahimahullah- ditanya, “Apakah
 ada dalil dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa 
sallam yang membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah?” 
Maka beliau menjawab, “Tidak ada 
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang membolehkan berbilangnya 
jama’ah dan kelompok, bahkan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah 
dalil yang mencela hal itu, Allah Ta’ala berfirman, 
إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang 
memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, 
tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya 
urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan 
memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”(QS. Al-An’am: 159)
Tidak diragukan lagi hal itu telah menafikkan (meniadakan) perintah Allah, bahkan apa yang Allah tekankan dalam firman-Nya: 
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”(QS. Al-Mu`minun: 52)
Terlebih lagi jika kita melihat 
bagaimana pengaruh dari perpecahan dan pengelompokan ini, ketika setiap 
kelompok mencerca lainnya, mencaci dan men-tafsiq (menganggap fasiq), 
bahkan bisa jadi bahayanya lebih dari itu. Oleh karena itu, saya 
memandang bahwa berkelompok-kelompok seperti ini salah.” [Lihat Majalah al-Jundi al-Muslim, (no. 83), Rabi’ul Awwal 1417 H]
- 
Fatwa Anggota Lajnah Daimah, Fadhilatusy Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi –rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh
 
Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi–rahimahullah- ditanya tentang khuruj-nya Jama’ah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah?
Maka beliau berkata : “Pada 
kenyataannya, sungguh mereka adalah para mubtadi’ yang memutar balikkan 
kebenaran serta pelaku tarekat Qadiriyah dan tarekat lainnya. Dan khuruj
 mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (yakni 
Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh), mereka tidak mengajak kepada 
al-Qur’an dan as-Sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas, Syaikh 
mereka di Bangladesh. 
Adapun khuruj dengan tujuan dakwah 
kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, bukan khurujnya Jamaah 
Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak lama, mereka adalah 
pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israel[11], di Amerika, di Saudi, dan setiap mereka selalu terikat dengan Syaikh mereka, yaitu Ilyas.” [Lihat Fatawa wa Rosa'il Samahatis Syaikh Abdir Razzaq ‘Afifi (1/174)]
- 
Fatwa Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- tentang Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir
 
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan–hafizhahullah- ditanya: “Apa
 hukumnya keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul 
Muslimin, Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara 
umum?” 
Beliau berkata : “Jama’ah-jama’ah 
pendatang ini wajib untuk tidak kita terima, karena mereka ingin 
menyesatkan kita dan memecah-belah kita. Menjadikan yang ini ikut 
jama’ah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul Muslimin, yang ini ikut itu dan 
seterusnya. 
Kenapa berpecah seperti ini? Ini 
termasuk kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala . Padahal kita berada di 
atas satu jamaah dan agama kita jelas. Kenapa kita menjadikan yang 
rendah sebagai ganti yang baik , padahal Allah telah memuliakan kita 
dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan yang benar . 
Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian ber-intima’ kepada 
jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah belah kita, melemahkan 
kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal ini tidak boleh 
selamanya”.[12]
Penegasan Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan bahwa jama’ah yang menyimpang dalam dakwah dan aqidah dan siapa yang ber-intima’ kepada jama’ah tersebut adalah ahlul bid’ah, masuk dalam 72 golongan yang sesat, bukan ahlus sunnah[19]
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah ditanya, apakah jama’ah-jama’ah yang ada sekarang masuk dalam 72 golongan yang binasa[13]?
Maka beliau hafizhahullah berkata, “Ya, setiap muslim yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam permasalahan dakwah,
 atau aqidah, atau satu masalah pokok keimanan, maka dia masuk dalam 72 
golongan tersebut, dan ia terancam dengan adzab Allah (dalam hadits 
iftiroq) dan ia layak mendapat celaan dan hukuman sesuai kadar 
penyimpangannya.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As'ilatil Manahijil Jadidah (hal. 36), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Beliau hafizhahullah juga berkata: “Maka
 jama’ah-jama’ah saat ini yang memiliki penyelisihan-penyelisihan 
terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, orang yang menggolongkan diri ke dalam
 jama’ah tersebut dianggap sebagai seorang mubtadi’.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As'ilatil Manahijil Jadidah (hal. 28), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
- 
Fatwa Anggota Lajnah Daimah, Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Ghudayan –hafizhahullah-
 
Beliau berkata, “Negeri (Saudi) ini 
sebelumnya tidak mengenal nama jama’ah-jama’ah, akan tetapi datang ke 
negeri ini orang-orang dari luar dan setiap mereka mendirikan cabang 
jama’ah yang ada di negeri mereka. Maka sekarang negeri kita terdapat 
kelompok yang dinamakan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh dan 
jama’ah-jama’ah lain masih banyak. Setiap mereka memiliki pemimpin dan 
mereka ingin agar manusia mengikuti jama’ahnya, serta mengharamkan dan 
melarang manusia untuk mengikuti selain jama’ahnya. Dan setiap mereka 
juga berkeyakinan bahwa jama’ahnya itulah yang berada di atas al-haq, 
sedang jama’ah-jama’ah lain di atas kesesatan, kalau begitu ada berapa 
banyak kebenaran di dunia ini?! 
Padahal kebenaran itu hanya satu, 
sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian; bahwa Rasulullah 
shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang perpecahan 
ummat-ummat, sedang ummat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, 
semuanya di neraka kecuali satu, para Sahabat bertanya, siapa satu 
golongan itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, “Siapa saja yang 
mengikuti aku dan para sahabatku”. 
Setiap jama’ah tersebut menetapkan 
aturan tertentu bagi angotanya, memiliki pemimpin dan masing-masing 
jama’ah itu mengadakan bai’at dan menginginkan anggotanya untuk loyal 
kepada jama’ahnya, maka pada akhirnya mereka memecah belah manusia…” (Simak kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
- 
Fatwa Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin A l-‘Abbad - hafizhahullah –
 
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad –hafizhahullah- ditanya tentang Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, maka beliau berkata,
“Tentang kelompok-kelompok baru ini, pertama:
 awal berdirinya pada abad ke-14 Hijriyah, sebelum abad tersebut mereka 
belum ada, kemudian lahir pada abad tersebut. Sedangkan manhaj yang 
benar dan jalan yang lurus yang mana Rasulullah -shallallahu‘alaihi wa 
sallam- dan para sahabat berjalan di atasnya keberadaannya sudah sejak 
Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- diutus. Barangsiapa yang 
mengikuti kebenaran dan petunjuk ini dialah yang selamat dan sukses, 
barangsiapa yang berpaling darinya maka dialah yang menyimpang. 
Jama’ah-jama’ah tersebut 
telah dimaklumi bahwa padanya ada kebenaran dan kesalahan, akan tetapi 
kesalahan-kesalahan mereka adalah dosa besar (kabirah) dan berbahaya 
(‘azhimah). Jadi, berhati-hatilah darinya dan bersemangatlah dalam 
mengikuti jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka yang berada di 
atas manhaj as-Salafus Shalih.” 
Kemudian beliau berkata:
“Sebagai contoh, jama’ah Ikhwanul 
Muslimin, prinsip mereka; siapa yang bergabung bersama mereka maka dia 
adalah sahabat mereka, yang kemudian dicintai. Adapun yang tidak 
bergabung maka mereka anggap berbeda dengan mereka. Adapun anggota 
mereka, meskipun dia adalah seburuk-buruknya makhluk Allah; meskipun dia
 seorang Syi’ah Rafidhah, maka dia tetap dianggap sebagai saudara dan 
sahabat mereka. Oleh karenanya diantara manhaj mereka adalah 
mengumpulkan segala jenis manusia meskipun seorang Syi’ah Rafidhah yang 
membenci para Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang tidak mau 
mengambil kebenaran yang datang dari Sahabat, apabila ia bergabung 
bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka dan dianggap sebagai 
anggota mereka, memiliki hak dan kewajiban yang sama.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
- 
Fatwa anggota Haiah Kibaril Ulama dan Pimpinan Pengadilan Tinggi, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan –hafizhahullah-
 
Beliau berkata, “Ikhwanul Muslimin 
dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk pengikut manhaj yang benar, karena
 sesungguhnya setiap jama’ah yang menyimpang dan penamaan-penamaan 
mereka tidak ada asalnya dari Salaf ummat ini. Adapun jama’ah pertama 
yang muncul dengan membawa nama baru adalah Jama’ah Syi’ah, mereka 
menamakan diri dengan Syi’ah, sedang kelompok sesat Khawarij (meski yang
 pertama muncul sebelum Syi’ah) namun mereka tidak menamakan apapun 
untuk kelompok mereka, kecuali dengan nama orang-orang yang beriman.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
- 
Fatwa Anggota Haiah Kibaril Ulama, Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid –rahimahullah-
 
Beliau berkata: “Sesungguhnya 
pendirian satu kelompok dalam Islam yang menyelisihi ajaran Islam baik 
secara global maupun parsial tidak dibenarkan, dan konsekuensinya adalah
 tidak boleh pula bergabung dengannya, maka hendaklah kita menjauhi 
semua kelompok itu.” (Lihat Hukmul Intima’, hal. 153)
- 
Fatwa Menteri Agama Saudi Arabia, Ma’alisy Syaikh Al-Faqih Shalih Alusy Syaikh –hafizhahullah- tentang Ikhwanul Muslimin
 
Beliau berkata: “Adapun jama’ah 
Ikhwanul Muslimin, sesungguhnya diantara metode dakwah yang mereka 
tempuh adalah berkumpul, gerakan rahasia, tidak konsisten pada satu 
prinsip, pendekatan kepada seorang yang mereka pandang bisa memberikan 
manfaat, tidak menampakkan hakikat mereka yang sebenarnya, yakni: mereka
 sebenarnya sama dengan salah satu bentuk gerakan bathiniyyah. 
Hakikat mereka (di negeri Saudi) 
sengaja ditutupi, bahkan diantara mereka ada yang bergaul dengan 
sebagian ulama dan masyayikh (syaikh) dalam waktu yang cukup lama. Namun
 Syaikh tersebut tidak pernah mengetahui hakikat mereka, karena yang 
mereka katakan berbeda dengan yang mereka sembunyikan. Mereka tidak 
pernah menampakkan kepada para ulama tentang semua ajaran mereka. 
Juga diantara penyimpangan mereka dan
 termasuk pokok ajaran mereka adalah menutup akal para pengikut gerakan 
mereka dari mendengarkan pendapat yang menyelisihi manhaj mereka, dengan
 menggunakan metode yang beraneka ragam, diantaranya: 
- Menyibukkan para pemuda dengan kegiatan-kegiatan organisasi sejak pagi hingga malam hari, sehingga mereka tidak sempat lagi mendengarkan pendapat lain
 - Mentahdzir dari orang-orang yang mengkritik mereka. Jika ada seseorang yang mengetahui penyimpangan manhaj dan ajaran mereka kemudian mengkritik mereka demi memperingatkan para pemuda agar tidak terjerat pada hizbiyah, maka mereka akan mentahdzir dari orang tersebut dengan berbagai macam cara, terkadang dengan mencelanya, terkadang dengan berdusta atasnya, terkadang dengan tuduhan dusta dan mereka tahu bahwa itu dusta, dan terkadang dengan mencari-cari kesalahannya kemudian membesar-besarkan kesalahan tersebut. Semua itu mereka tempuh demi untuk menghalangi manusia dari mengikuti al-haq dan hidayah. Maka dalam hal ini mereka serupa dengan kaum musyrikin, yakni salah satu perangai kaum musyrikin ketika mereka meneriaki Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – di tengah-tengah keramaian bahwa beliau adalah orang yang berpindah agama dan menuduh beliau dengan berbagai macam kedustaan agar dapat menghalangi manusia dari mengikuti Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – .
 
Demikian pula termasuk 
penyimpangan Ikhwanul Muslimin adalah , mereka tidak mengagungkan 
As-Sunnah dan tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, meskipun secara umum 
mereka tidak menampakkan hal tersebut. Akan tetapi hakikat mereka, 
tidaklah mencintai Sunnah dan tidak mendoakan Ahlus Sunnah. 
Kami telah menyaksikan sendiri 
kenyataan itu pada sebagian orang yang ber-intima’ kepada mereka atau 
bergaul dengan mereka, maka engkau dapati jika ada seseorang telah mulai
 tertarik untuk membaca kitab-kitab as-Sunnah, seperti Shahih al-Bukhari
 atau menghadiri majelis sebagian masyaikh untuk mempelajari kitab-kitab
 as-Sunnah, maka mereka akan memperingatkan orang tersebut dan 
mengatakan kepadanya bahwa mendalami kitab-kitab As-Sunnah dan 
menghadiri majelis para ulama tidak ada manfaatnya buatmu, “Apa 
manfaatnya Shahih al-Bukhari kepadamu? Apa manfaatnya hadits-hadits ini?
 Lihatlah ulama-ulama itu, bagaimana keadaan mereka? Apa manfaat mereka 
bagi kaum muslimin? Padahal kaum muslimin dalam keadaan seperti sekarang
 ini, begini dan begitu”. 
Intinya mereka tidak menginginkan 
pengajaran sunnah ada diantara mereka, tidak pula mencintai Ahlus 
Sunnah, apalagi perkara yang lebih mendasar dari pada itu, yaitu perkara
 aqidah secara menyeluruh.” 
Kemudian setelah itu Asy-Syaikh Al-Faqih Shalih Alus Syaikh – hafizhahullah - memperingatkan, juga diantara penyimpangan mereka:
- Berusaha mencapai puncak kekuasaan di segala bidang agar bisa menempatkan anggota-anggotanya pada posisi-posisi penting dalam setiap bidang.
 - Al-Wala’ dan al-Bara’ di kalangan mereka adalah karena kelompok, bukan lagi karena Islam.
 - Tujuan dakwah dan manhaj mereka untuk mencapai kekuasaan, kurang sekali perhatian kepada dakwah tauhid dan sunnah
 - Berbicara tentang aib-aib penguasa demi menggalang dukungan.[14]
 - Menghindari pembicaraan tentang peringatan dan nasihat atas kesalahan-kesalahan manusia karena khawatir tidak memperoleh dukungan.[15]
 
Kemudian beliau menutup dengan 
menyebutkan nasib seorang yang mungkin telah bergabung bersama mereka 
bertahun-tahun lamanya, beliau berkata, “Sesungguhnya Nabi 
-shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan bahwa pertanyaan kubur 
itu ada tiga; seorang akan ditanya tentang Rabb-nya, agamanya dan 
Nabinya -shallallahu’alaihi wa sallam-. Ada seorang yang telah bergabung
 bersama kelompok Ikhwanul Muslimin dalam waktu yang cukup lama, namun 
dia tidak memahami apa yang bisa menyelamatkannya jika dia telah 
dimasukkan ke dalam kubur . 
Kalau begitu, apakah mereka telah 
menasihatinya? Apakah mereka menginginkan kebaikan untuknya? Tidak, 
mereka hanyalah memanfaatkannya untuk mencapai tujuan mereka. Andaikan 
mereka benar-benar mencintai kaum muslimin tentunya mereka 
bersungguh-sungguh dalam menasihati kamu muslimin agar selamat dari 
adzab Allah, yaitu dengan mengajarkan tauhid, sebab tauhid adalah 
perkara pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
- 
Fatwa Lajnah Daimah
 
Sebagaimana yang telah dipahami bahwa 
para Ulama menjawab sesuai dengan pertanyaan dan melihat kondisi orang 
yang bertanya. Jadi, tidak boleh kita hanya melihat satu fatwa tanpa 
melihat yang lainnya.
Oleh karenanya, kita dapati beberapa fatwa Lajnah Daimah, selintas membenarkan seseorang bergabung dengan jama’ah-jama’ah sesat, seperti Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh,
 padahal pada umumnya pertanyaan yang diajukan tidak disertai dengan 
penyebutan kesesatan-kesesatan jama’ah-jama’ah tersebut secara detail. 
Berbeda jika seseorang menyebutkan kesesatan-kesesatan jama’ah tersebut 
secara terperinci seperti berikut ini:
Pertanyaan:“Aku
 telah membaca dari para Masyaikh sekalian beberapa fatwa, dimana Anda 
mendorong para penuntut ilmu untuk keluar bersama Jama’ah Tabligh, dan 
-alhamdulillah- kami telah keluar bersama mereka dan kami telah 
mendapatkan manfaat yang banyak, akan tetapi wahai Syaikhku yang mulia, 
aku telah menyaksikan sebagian amalan jama’ah ini yang tidak berdasarkan
 al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, 
diantaranya: 
- Membuat kumpulan dalam masjid, dua orang atau lebih, kemudian membaca 10 surat terakhir dari al-Qur’an, dan senantiasa melakukan amalan ini setiap kami khuruj
 - I’tikaf pada setiap hari kamis secara terus-menerus
 - Penetapan waktu untuk khuruj, yaitu 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, 4 bulan sekali seumur hidup
 - Doa bersama, yang dilakukan secara terus-menerus setiap kali selesai bayan
 
Maka bagaimana wahai Syaikhku yang 
mulia, jika aku khuruj (keluar berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh dan 
berinteraksi dengan amalan-amalan yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan 
Sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- ini? Perlu diketahui 
wahai Syaikhku yang mulia, sangat sulit mengubah manhaj ini, sebab hal 
ini telah menjadi metode dakwah mereka. Lantaran itu, kami harapkan 
penjelasan masalah ini?” 
Jawaban:“Apa yang engkau sampaikan tentang amalan-amalan jama’ah ini semuanya adalah bid’ah,
 maka tidak boleh bergabung dengan mereka sampai mereka berpegang teguh 
dengan manhaj al-Qur’an dan as-Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, baik 
pada perkataan, perbuatan dan keyakinan. Wabillahi at-taufiq, wa 
shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam”.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta.
 Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh 
Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul 
Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid. (Pertanyaan kedua dari 
fatwa no. 17776, Asy-Syamilah)]
Fatwa
 Lajnah Daimah tentang berbilangnya jama’ah dengan manhaj yang 
menyimpang dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sebagai berikut: 
Pertanyaan:“Apa
 hukumnya berbilangnya jama’ah yang ada saat ini, apabila aku berpegang 
dan cenderung dengan salah satu pemikiran jama’ah Islamiyah. Bolehkah 
aku mengkuti metode ini, meskipun kedua orang tuaku menentangku, dan 
bahkan bersumpah tidak akan meridhoiku selamanya, jika aku mengikuti 
metode jama’ah ini, maka bagaimanakah solusinya?” 
Jawaban: “Hendaklah
 engkau mengikuti manhaj (metode) Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mana 
Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah membimbing kita untuk 
mengikutinya ketika munculnya kelompok-kelompok sesat. Nabi 
-shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة . قالوا : وما هي يا رسول الله ؟ قال : من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Ummatku akan berpecah menjadi 73 
golongan; semuanya di neraka, kecuali satu. Para Sahabat bertanya , “Apa
 satu golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang 
mengikuti jalanku dan para Sahabatku pada hari ini”. [HR. At-Tirmidzi (no. 2641)][16]
Hendaklah engkau mengikuti jama’ah yang bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah . Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam. 
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta.
 Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh 
Abdur Razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih 
Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
 ( Pertanyaan kedua dari Fatwa no. 16063, Asy-Syamilah)
Pembaca yang budiman, inilah sesungguhnya fatwa-fatwa Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah al-Mu’tabarin
 tentang kelompok-kelompok Islam yang ada hari ini, khususnya Ikhwanul 
Muslimin dan Jama’ah Tabligh. Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah 
kepada kita semua untuk meninggalkan kelompok-kelompok sesat tersebut 
dan tidak membela penyimpangan mereka.
(Artikel ini dialihtuliskan untuk umum dari artikel khusus kami di http://www.almakassari.com dengan editor: Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qodir, Lc, jazaahullahu khairon)
==============
Footnote :
==============
Footnote :
==============
[1] Kebanyakan fatwa-fatwa berikut kami kutip melalui perantara sebuah risalah yang berjudul Majmu’ Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at al-Islamiyah. Barangsiapa yang ingin membaca aslinya atau mendengarkan rekamannya, silakan kunjungi: http://www.fatwa1.com/anti-erhab/hezbeh/ftawa_jamaat.html
[2]
 Fatwa-fatwa yang akan kami tampilkan secara umum tentang semua jama’ah 
yang menyelisihi Ahlus Sunnah dan secara khusus tentang Ikhwanul 
Muslimin dan Jama’ah Tabligh, sebab kedua jama’ah inilah yang paling 
banyak tersebar di negeri kita. Dan secara pribadi, kedua jama’ah inilah
 yang kami tahu tentang penyimpangan-penyimpangannya, baik dari 
penjelasan para ulama, maupun dengan melihat langsung keadaan mereka. Wallahu A’lam.
[3] Lihat Al-Qoul Al-Baligh fit Tahdzir min Jama’ah At-Tabligh (hal. 289) karya Asy- Syaikh Hamud At-Tuwaijiry – rahimahullah - .
[4] Apa yang dinyatakan Syaikh –rahimahullah- merupakan waqi’ (realita) yang sulit diingkari. Kita yang berada di Indonesia menjadi saksi hidup atas ucapan beliau. [ed]
[5] Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah (hal. 122-123), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H.
[6]
 Di sini ada suatu pelajaran bagi kita bahwa hendaknya kita jangan 
tergesa-gesa untuk berpegang pada fatwa Ulama yang membolehkan 
bergabungnya seseorang dengan kelompok-kelompok sesat, karena bisa jadi 
sang alim tersebut belum mengetahui secara hakiki tentang kesesatan 
mereka. Sedang kebiasaan setiap kelompok sesat, awalnya selalu 
menyembunyikan ajaran-ajaran mereka.
[6]
 Semoga Allah merahmati Syaikh. Andaikan mereka itu mau menerima nasehat
 dan pengarahan dari para Ulama atau orang yang menasihati mereka, 
sehingga bert au bat dari bid’ahnya, niscaya tidak ada masalah keluar 
berdakwah bersama mereka. Hanya sayangnya realita menguatkan bahwa 
mereka itu tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan
 mereka, karena kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya pengikutan mereka 
terhadap bid’ah mereka. Andaikan mereka itu mau menerima nasehat para 
ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil, lalu 
menempuh jalan Ahli Tauhid dan Sunnah. [ed]
[7] Lihat An-Nashr Al-Aziz ala Ar-Rodd Al-Wajiz (hal. 173-174), karya Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy -hafizhohullah-,
 cet. Maktabah Al-Furqon, UEA, 1422 H. Di dalam kitab ini terdapat 
beberapa nukilan fatwa ulama yang membantah para pejuang Muwazanah 
(semisal WI) yang selama ini membela muwazanah!! [ed]
[8] Sebenarnya Jama’ah Tabligh tidak layak berpegang dengan fatwa Syaikh bin Baaz, sebab -menurut JT- Syaikh bin Baaz
 adalah WAHHABI. Sedang WAHHABI dalam pandangan JT adalah kaum yang 
menyimpang dan sesat. Lalu mengapa mereka kesana-kemari membawa fatwa lamaSyaikh Baaz
 yang telah terhapus dengan adanya fatwa di atas??! Jawabnya, karena di 
dalam fatwa lama itu ada dukungan bagi mereka, menurut pandangan mereka.
 Tuduhan sesatnya WAHHABI alias Ahlus Sunnah Salafiyyun secara sharahah
 (terang-terangan) telah dinyatakan oleh Jama’ah Tabligh, seperti Dua 
Penulis JT (Ustadz Adil Akhyar dan Ustadz Muslim Al-Bukhori) dalam buku 
mereka yang berjudul “Quo Vadis, Hendak Ke Mana Salafy”,
 cet. Pustaka Zadul Ma’ad, Bandung. Perlu juga diketahui bahwa di dalam 
buku JT ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah!! Ini tentunya salah, sebab kedua paham sesat ini baru muncul setelah lama meninggalnya Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam-
 dan para sahabat!!! Selain itu, kedua paham ini banyak menyelisihi 
manhaj Salaf dalam bab Asmaa’ wash shifat. Oleh karena itu, kami heran 
jika ada yang menyatakan bahwa JT adalah Ahlus Sunnah, sementara mereka 
berlepas diri dari manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Afiiquu yaa syabaabal shohwah min naumikum… [ed]
[9] Fatwa ini ditranskrip dari sebuah kaset yang berisi ceramah pelajaran “Syarh Al-Muntaqo” yang beliau sampaikan di Tho’if, kurang-lebih dua tahun sebelum beliau meninggal, yakni tahun 1419 H. Teks asli dan rekaman fatwa Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- dapat didownload di sini: http://www.fatwa1.com/anti-erhab/hezbeh/ftawa_jamaat.html
[10] Sebagian Ulama telah mengoreksi penyebutan Israel bagi negara Yahudi, sebab Israel adalah nama Nabi yang mulia, Ya’qub ‘alaihissalam, sehingga orang-orang Yahudi pun berbangga dengan penamaan ini.
[11] Lihat Majmu’ Fatawa al-‘Ulama’ fil Jama’at al-Islamiyah, hal. 16, soft copy dari www. www.fatwa1.com
[12] Fatwa ini sebelumnya telah kami tampilkan pada bag. 1 dari artikel ini.
[13] Yaitu yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits iftiroq, bahwa 72 golongan yang tidak mengikuti jalannya Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dan para sahabatnya maka tempatnya di neraka.
[14]
 Jika anda ingin puas membaca celaan dan ghibah mereka, lihat saja 
majalah mereka. Misalnya -di Indonesia- mereka punya majalah berjudul Sabili.
 Majalah ghibah ini turut disebarkan oleh orang-orang Wahdah Islamiyah, 
walaupun isinya berupa celaan dan ghibah kepada pemerintah Indonesia 
yang muslim. Dimanakah dalil-dalil tentang haramnya ghibah mereka 
simpan. Apakah mereka sengaja melupakannya, atau pura-pura lupa?! 
Terserah jawabannya, yang jelas waqi’ mereka di Makassar, selalu kerjasama dengan IM. Tasyaabahat quluubuhum… [ed]
[15] Oleh karena itu, tak ada amar ma’ruf-nahi munkar (secara hakiki) dalam tubuh Ikhwanul Muslimin, sebagaimana halnya kondisi hizbiyyun lainnya, sebab mereka takut mad’u-nya
 (audiensnya) akan lari dari mereka, menurut sangkaannya. Padahal dakwah
 bukanlah memperbanyak pengikut. Tapi dakwah itu adalah tabligh al-bayan (menyampaikan penjelasan) tentang al-haq. [ed]
[16] Di-hasan-kan oleh Asy-Syaikh Al-Albani–rahimahullah- dalam Sholah Al-‘Iedain fi Al-Musholla (hal. 46)
Sumber:  nasihatonline.wordpress.com
00.06
Karimun 08 Makassar
                              Posted in 
                              


0 komentar :
Posting Komentar