Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah pelindung/perisai yang dibawah kepemimpinannya diperangilah (musuh) dan dengannyalah dihindarkan (bahaya musuh)” (HR. al Bukhari no. 2957 dan Muslim no. 1841)
Hadits di atas merupakan dalil bahwa jihad fii sabilillah harus dilaksanakan bersama para pemimpin atau waliyul ‘amr, baik bersama pemimpin yang adil maupun pemimpin yang fajir. Dan hal tersebut telah menjadi kesepakatan ulama ahlus sunnah baik yang terdahulu hingga sekarang.
Al Imam al Bukhari rahimahullah meletakkan bab khusus di dalam Kitab Shahih-nya yaitu, Bab al Jihad tetap berlangsung bersama (pemimpin) yang baik maupun yang jahat. Dalilnya adalah hadits yang dibawakan oleh ‘Urwah al Bariqiy radhiyallaHu ‘anHu, bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Kuda itu senantiasa terikat di ubun-ubunnya kebaikan sampai Hari Kiamat, yaitu pahala dan ghanimah” (HR. al Bukhari no. 2852 dan Muslim no. 1871-1872)
Berkata al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah,
“Dan hal itu tidak dibatasi hanya pada imam/pemimpin yang baik saja. Sehingga dengan demikian hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam mendapatkan keutamaan tersebut antara peperangan bersama penguasa yang adil atau bersama penguasa yang jahil” (Fathul Baary VII/70)
Al Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata dalam Kitabnya Ushulus Sunnah,
“Berperang (dilakukan) bersama umara’ terus berlangsung hingga Hari Kiamat, terlepas apakah dia seorang penguasa yang baik atau yang jahat”.
Al Imam ‘Ali Ibnul Madini rahimahullah berkata,
“Berperang (dilakukan) bersama umara’ terus berlangsung hingga Hari Kiamat, terlepas apakah dia seorang penguasa yang baik atau jahat” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam al Lalika-i hal. 190-197)
Al Imam Abu Ja’far ath Thahawy rahimahullah di dalam Kitabnya yang sangat terkenal al Aqidah ath Thahawiyah berkata,
“Haji dan Jihad keduanya terus berlangsung bersama waliyul ‘amr (pemerintah) muslimin, yang baik atau pun yang jahat, hingga hari kiamat. Tak ada sesuatu pun yang dapat membatalkan (hukum tersebut), tidak pula menggugurkannya”
Al Imam ash Shabuni rahimahullah dalam Kitabnya ‘Aqidatus salaf Ash-habil Hadits berkata,
“Ash-habul hadits berpandangan (disyari’atkannya) shalat Jum’at, shalat ‘Ied dan shalat-shalat yang lainnya bersama penguasa kaum muslimin, yang baik atau pun yang fajir. Mereka juga berpandangan (disyari’atkannya) jihad melawan orang-orang kafir bersama penguasa walaupun mereka (para penguasa itu) orang-orang yang kejam dan jahat”
Al Imam al Barbahari rahimahullah berkata dalam Syarhus Sunnah,
“Haji dan perang (dilakukan) bersama penguasa (kaum muslimin) akan tetap terus berlangsung”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al ‘Aqidah al Wasithiyyah,
“(Ahlus Sunnah wal Jama’ah) berkeyakinan (disyari’atkannya) pelaksanaan ibadah haji, jihad dan shalat Jum’at bersama para penguasa yang baik dan yang jahat”
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
“Perkara jihad diserahkan (sepenuhnya) kepada imam (pemerintah) dan ijtihadnya dan wajib atas seluruh rakyat untuk mentaati kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan oleh penguasanya” (Kitab al Mugni XIII/16)
Al Imam al Qurthuby rahimahullah berkata,
“Tidak boleh bagi as Saraya (pasukan tempur khusus) untuk keluar (berangkat bertempur) kecuali dengan izin penguasa, agar penguasa tersebut dapat memantau dan membantu dari belakang mereka” (Kitab al Jami’ li Ahkamil Qur’an V/275)
Demikianlah pendapat para salafush shalih yang menyatakan bahwa berjihad fii sabilillah, harus dengan seizin para penguasa dan bersama dengan para penguasa, baik penguasa yang adil maupun yang fajir.
Semoga kaum muslimin dapat mengambil hikmah dan teladan dari apa yang telah dicontohkan oleh generasi-generasi terbaik umat Islam. Dan jika pada suatu hari seruan untuk berjihad fii sabilillah telah muncul dari penguasa negeri atau pemerintah, maka wajiblah bagi setiap kaum muslimin yang mampu untuk menyambutnya.
Rasulullah ShalallaHu alaiHi wa sallam bersabda, “Wa idzaas tunfirtum, fanfiruu !” yang artinya “Dan jika kalian diperintahkan untuk pergi berperang (berjihad), maka berangkatlah !” (HR. Bukhari no. 1834 dan Muslim no. 1353)
Semoga Bermanfaat
Sumber : diserambimesjid.blogspot.com
“Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah pelindung/perisai yang dibawah kepemimpinannya diperangilah (musuh) dan dengannyalah dihindarkan (bahaya musuh)” (HR. al Bukhari no. 2957 dan Muslim no. 1841)
Hadits di atas merupakan dalil bahwa jihad fii sabilillah harus dilaksanakan bersama para pemimpin atau waliyul ‘amr, baik bersama pemimpin yang adil maupun pemimpin yang fajir. Dan hal tersebut telah menjadi kesepakatan ulama ahlus sunnah baik yang terdahulu hingga sekarang.
Al Imam al Bukhari rahimahullah meletakkan bab khusus di dalam Kitab Shahih-nya yaitu, Bab al Jihad tetap berlangsung bersama (pemimpin) yang baik maupun yang jahat. Dalilnya adalah hadits yang dibawakan oleh ‘Urwah al Bariqiy radhiyallaHu ‘anHu, bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda,
“Kuda itu senantiasa terikat di ubun-ubunnya kebaikan sampai Hari Kiamat, yaitu pahala dan ghanimah” (HR. al Bukhari no. 2852 dan Muslim no. 1871-1872)
Berkata al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah,
“Dan hal itu tidak dibatasi hanya pada imam/pemimpin yang baik saja. Sehingga dengan demikian hadits ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam mendapatkan keutamaan tersebut antara peperangan bersama penguasa yang adil atau bersama penguasa yang jahil” (Fathul Baary VII/70)
Al Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata dalam Kitabnya Ushulus Sunnah,
“Berperang (dilakukan) bersama umara’ terus berlangsung hingga Hari Kiamat, terlepas apakah dia seorang penguasa yang baik atau yang jahat”.
Al Imam ‘Ali Ibnul Madini rahimahullah berkata,
“Berperang (dilakukan) bersama umara’ terus berlangsung hingga Hari Kiamat, terlepas apakah dia seorang penguasa yang baik atau jahat” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Imam al Lalika-i hal. 190-197)
Al Imam Abu Ja’far ath Thahawy rahimahullah di dalam Kitabnya yang sangat terkenal al Aqidah ath Thahawiyah berkata,
“Haji dan Jihad keduanya terus berlangsung bersama waliyul ‘amr (pemerintah) muslimin, yang baik atau pun yang jahat, hingga hari kiamat. Tak ada sesuatu pun yang dapat membatalkan (hukum tersebut), tidak pula menggugurkannya”
Al Imam ash Shabuni rahimahullah dalam Kitabnya ‘Aqidatus salaf Ash-habil Hadits berkata,
“Ash-habul hadits berpandangan (disyari’atkannya) shalat Jum’at, shalat ‘Ied dan shalat-shalat yang lainnya bersama penguasa kaum muslimin, yang baik atau pun yang fajir. Mereka juga berpandangan (disyari’atkannya) jihad melawan orang-orang kafir bersama penguasa walaupun mereka (para penguasa itu) orang-orang yang kejam dan jahat”
Al Imam al Barbahari rahimahullah berkata dalam Syarhus Sunnah,
“Haji dan perang (dilakukan) bersama penguasa (kaum muslimin) akan tetap terus berlangsung”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam al ‘Aqidah al Wasithiyyah,
“(Ahlus Sunnah wal Jama’ah) berkeyakinan (disyari’atkannya) pelaksanaan ibadah haji, jihad dan shalat Jum’at bersama para penguasa yang baik dan yang jahat”
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
“Perkara jihad diserahkan (sepenuhnya) kepada imam (pemerintah) dan ijtihadnya dan wajib atas seluruh rakyat untuk mentaati kebijakan-kebijakan yang telah ditentukan oleh penguasanya” (Kitab al Mugni XIII/16)
Al Imam al Qurthuby rahimahullah berkata,
“Tidak boleh bagi as Saraya (pasukan tempur khusus) untuk keluar (berangkat bertempur) kecuali dengan izin penguasa, agar penguasa tersebut dapat memantau dan membantu dari belakang mereka” (Kitab al Jami’ li Ahkamil Qur’an V/275)
Demikianlah pendapat para salafush shalih yang menyatakan bahwa berjihad fii sabilillah, harus dengan seizin para penguasa dan bersama dengan para penguasa, baik penguasa yang adil maupun yang fajir.
Semoga kaum muslimin dapat mengambil hikmah dan teladan dari apa yang telah dicontohkan oleh generasi-generasi terbaik umat Islam. Dan jika pada suatu hari seruan untuk berjihad fii sabilillah telah muncul dari penguasa negeri atau pemerintah, maka wajiblah bagi setiap kaum muslimin yang mampu untuk menyambutnya.
Rasulullah ShalallaHu alaiHi wa sallam bersabda, “Wa idzaas tunfirtum, fanfiruu !” yang artinya “Dan jika kalian diperintahkan untuk pergi berperang (berjihad), maka berangkatlah !” (HR. Bukhari no. 1834 dan Muslim no. 1353)
Semoga Bermanfaat
Sumber : diserambimesjid.blogspot.com
0 komentar :
Posting Komentar