Bapak adalah seorang yang tekun dan pekerja keras dalam mencari 
nafkah. Bapak juga berjiwa sosial tinggi dan mempunyai banyak teman. Aku
 sangat bangga dengan Beliau. Tetapi setiap kali kulihat wajah Bapak 
yang mulai mengkerut, perut yang semakin buncit dan rambut memutih, aku 
merasa tak tega dan sedih. Kami sekeluarga terdiri dari Bapak, Ibu, Aku,
 Suamiku dan Adikku serta anakku Farel. Kehidupan kami berkecukupan, 
tidak terlalu kaya tetapi cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah 
tangga.
Pekerjaan Bapakku sebagai mekanik bengkel mengharuskan beliau 
pulang sore hari, itupun bukan bengkel pribadinya. Sedangkan suamiku 
bekerja sebagai karyawan di Hotel dan Adikku bekerja di rumah makan. Aku
 dan Ibuku menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, walau begitu Ibuku juga 
turut membantu perekonomian dengan membuka gerai kios pulsa di garasi 
rumah kami. Dan Aku mengasuh Farel yang masih batita. Usia Bapak yang 
semakin bertambah semakin membuatku sedih, itu karena Bapak belum 
bersedia melaksanakan apa yang menjadi kewajiban setiap orang muslim 
yaitu shalat. Selain itu Bapak juga mudah marah dan selalu membanting 
barang setiap kali Beliau marah. Pernah sesekali ada seorang peminta 
minta datang, seorang nenek  renta dihardik oleh Bapak. Memangnya aku 
keluargamu? Minta uang sama aku. Kata Bapakku dengan nada tinggi. Aku 
dan Ibu hanya bisa pasrah dan berdoa memohon semoga pintu hidayah ALLAH 
segera datang. Walau begitu aku tetap berusaha dan akan berusaha
Bulan ini adalah bulan Ramadhan, adalah peristiwa yang sangat kami 
nantikan selama ini. Bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan. Ibu dan
 aku sibuk memasak opor ayam sebagai hidangan khas berbuka puasa 
sedangkan adikku sibuk bercanda ria dengan Farel anakku. Kami sekeluarga
 sibuk dengan kegiatan masing masing. Kulihat Bapakku sedang tidur 
nyenyaknya padahal  waktu itu adalah waktu berbuka, tidak bagi Bapakku 
yang menganggap bulan ramadhan  layaknya seperti hari biasa. Bapak pun 
beranggapan bahwa bulan ramadhan, hanyalah sebuah tradisi  yang tidak 
perlu dan tidak ada gunanya berpuasa. Astaqfirullah, betapa sebenarnya 
aku ingin beradu agumen tentang pendapat keliru itu.
ALLahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar…..Sayup sayup suara takbir 
masih terdengar, masyarakat umat muslim berbondong bondong menuju masjid
 terdekat. Berpakaian bagus, wangi dan saling menyalami merupakan hal 
yang biasa terlihat di sepanjang jalan. Aku, Ibuku, Adikku serta Suamiku
 yang menggendong si kecil Farel bersiap menuju ke masjid. Suamiku yang 
berusaha membangunkan Bapakku untuk diajak pergi bersama sama malahan 
diberi kata kata oleh Bapak. Sudah, jangan menganggu tidurku; bentak 
bapakku. Dan kemudian aku  pun menarik lengan suamiku agar lebih memilih
 mengalah. Sebenarnya aku sadar bahwa yang dilakukan suamiku itu adalah 
hal yang seharusnya aku lakukan karena aku adalah anak pertama. Tapi Ma,
 kita seharusnya sesekali  menegur Bapak agar bisa kembali ke jalan yang
 lurus, agar bisa bersama sama berkumpul di surga kelak. Dan akupun 
hanya bisa terdiam menunduk. Rasanya benar benar malu sekali, suamiku 
begitu tebal imannya bagai seorang ustad begitupula diriku yang sudah 
mulai berhijab menggunakan jilbab sesuai khaidah agama.
Dalam khutbah , aku sendiri dengan lamunanku diantara banyak jamaah 
yang mendengarkan dengan khusuk. Aku berdoa menengadahkan tangan, 
kuadukan isi hati ini kepada ALLAH swt. Ya ALLAH…. hamba mohon bukalah 
pintu hati Bapak hamba, berikan HidayahMU Ya ALLAH, agar Bapak hamba 
tidak selalu lebih tersesat lagi menjadi seorang islam Ktp. Ya ALLAH, 
luruskanlah jalan Beliau agar tidak selalu menunda nunda kewajiban 
sebagai seorang muslim. Ya ALLAH, engkaulah yang selalu berhak 
memberikan hidayah kepada orang yang engkau kehendaki. Sedangkan hamba 
tidak punya kekuasaan sedikitpun untuk itu. Untuk itu, kabulkanlah Ya 
ALLAH, Ya Rahman Ya Rahim. Hoy, melamun saja; kata adikku membuyarkan 
doaku. Dan akupun hanya bisa tersenyum kecil sambil menghapus air mata.
Sepulang dari sholat tarawih, telah menjadi kebiasaan bagi kami untuk
 saling menyimak Al Quran, membaca satu persatu ayat hingga selesai pada
 lembaran AL Quran yang terakhir. Semuanya duduk di ruang tamu, 
begitupula anakku Farel yang sedari tadi sibuk makan permen suguhan di 
meja. Kemdian aku mulai mencari sosok Bapakku. Ku tengok kamarnya, dan 
Astaqfirullahalngadzim, Bapakku sepertinya ketakutan tetapi matanya 
masih terpejam, keringatnya begitu banyak bercucuran. Ampun ampun, 
jangan ambil nyawaku, jangan. Tolong panas panas sekali,teriak Bapakku 
mengagetkan penghuni rumah terutama aku yang berada tak jauh darinya.
Pak, Istiqfar Pak, Astaqfirullahaladzim,pak;  bisikku menuntunnya. 
Dan akhirnya Bapakku pun ikut menirukan ucapanku. Keadaanpun mulai 
tenang, Bapak bisa melihat sekitar. Ibu menyuguhkan segelas air putih, 
untuk lebih menentramkan hati bapakku. Nak, katanya sambil memelukku. 
Bapak tadi bermimpi dibawa oleh seorang bayangan hitam mengerikan ke 
suatu tempat yang sangat panas sekali, banyak orang disiksa dari yang 
disulut logam panas hingga dicambuk, bahkan ada yang diberi air nanah. 
Bapak takut Nak; curhat bapakku kemudian.
Pak……Dyah ingin berbicara sesuatu walau itu nantinya bisa membuat 
Bapak marah:’dengan air mata mulai mengalir dari jilbab putihku. Sebagai
 anak, Dyah  ingin sekali melihat Bapak sholat, berpuasa dan 
melaksanakan kewajiban sebagai umat islam. Maaf Pak, bila Dyah lancang 
atau bersifat menggurui; kataku terbata bata. Di belakangku  terlihat 
suamiku yang tersenyum lebar dan membiarkan  aku dan Bapakku sendiri 
bahkan adik dan Ibuku pun  langsung menghindar, melanjutkan aktifitas 
masing masing.
Pak, bukan  materi yang  Dyah harapkan selama ini, tetapi Dyah 
 merasa sedih, karena selama  ini Dyah belum pernah sekalipun melihat 
Bapak sholat; hanya itu yang Dyah pinta Pak.
Tangis semakin  menjadi tatkala kudengar suara sesenggukan ibuku di 
kamar sebelah. Air mata pengharapan sekaligus penyesalan  untuk 
menggapai hidup yang tentram di bawah  ridho Allah swt.Akhirnya Bapak 
berkata dengan suara yang lirih tapi pasti.’’ Bapak tidak bisa sholat , 
Bapak malu untuk belajar terutama di usia Bapak yang sudah tua ini’kata 
Bapakku. Apakah ALLAH akan mengampuni dosa dosa Bapak  yang sudah tak 
terhitung banyaknya? Tanya Bapak. Allahu Akbar…. Ya ALLAH , yang  Maha 
besar dan Maha segalanya. Aku peluk Bapakku dengan  air mata 
berlinangan. Bukan air mata kesedihan lagi tetapi air mata kebahagiaan!
ALLAH maha pemaaf Pak, terutama di bulan ramadhan ini, bulan yang 
penuh ampunan selagi kita bertobat. Dyah dan Mas Bagas akan dengan 
senang hati mengajari Bapak, Kita akan sama sama belajar Pak, karena 
kami berduapun belum terlalu shalih seperti para nabi. Semoga Bapak 
senantiasa istiqomah dengan keputusannya. Mas Bagaspun  mengajarkan 
bacaan syahadat terlebih dahulu dengan ditirukan Bapakku. Beberapa hari 
kemudian Bapak mulai belajar  wudhu, bacaan sholat, gerakan sholat dan 
sebagainya. Karena Bapak belum bisa baca tulisan arab, maka dengan 
senang hati aku salinkan kedalam tulisan latin. Aku juga meminjamkan 
buku buku tentang keislaman. Bapak juga mulai berpuasa, menahan diri 
dari makan, minum dan terutama rokok. Bapak juga mulai bersedekah, 
 Ibukupun mulai tak segan lagi membangunkan sahur Bapak atau sekedar 
mengingatkan adzan, tanda waktunya shalat. Sesekali kami berdiskusi 
tentang berbagai masalah dunia islam. Kebetulan Bapak adalah seorang 
yang cerdas pula. Walau terasa agak terlambat,tapi selama nafas kita 
masih hidup.Pintu tobat  seluas samudra, Maha suci ALLAH dengan segala 
firmannya. Aku selalu bersimpuh
Malam Ramadhan berikutnya ini, aku bisa bersujud, bersimpuh di atas 
sajadah, mensyukuri  segala sesuatu yang diberikan Allah, terutama 
hidayah untuk Bapak.  Tiba hari raya Idul Fitri nanti kami bisa bersama 
sama menunaikan shalat Idul Fitri, tidak seperti lebaran tahun tahun 
kemaren, Bapak  lebih memilih untuk tidur. Terima kasih Ya ALLAH, atas 
segalanya. Ramadhan tahun ini terasa istimewa.
Penulis: Malla di Solo
Artikel www.remajaislam.com
[Artikel ini dikirim oleh penulis melalui email redaksi remajaislam.com: rumaysho@gmail.com]
[Kami tidak bisa membalas apa-apa selain berdoa, semoga Allah selalu beri hidayah kepada ibu Malla sekeluarga, semoga bapaknya pun bisa terus istiqomah]
11.24
Unknown
                              Posted in 
                              


0 komentar :
Posting Komentar