Pembaca yang budiman, hari demi hari Indonesia Raya diuji dan ditimpa
dengan berbagai musibah dan cobaan besar. Bermula dari musibah Tsunami
yang menenggelamkan Serambi Mekah ‘Aceh’; gempa yang menggoncangkan
Daerah Istimewa Yogyakarta; banjir bandang yang menyapu rata sebagian
daerah Sulsel, seperti di Sinjai; demikian pula lumpur panas ‘Lapindo’
yang memaksa masyarakat Sidoarjo meninggalkan kampung halamannya;
jatuhnya Adam Air; tenggelamnya KM Senopati, dan banjir yang menyadarkan
penduduk Ibu Kota Jakarta. Ditambah lagi dengan bencana dimana-mana,
seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, wabah penyakit, kekeringan
puso (gagal panen) dan lain-lain. Beginilah gambaran “Indonesia Hari Ini”.
Semua rentetan peristiwa ini memancing kita mengernyitkan dahi untuk “sedikit berpikir”, apa gerangan menyebabkan Allah menurunkan cobaan dan musibah yang bertubi-tubi. Jawabannya singkat, karena dosa-dosa yang dilakukan oleh anak-anak Adam, baik dosa itu berupa kekafiran, ke-syirik-an, bid’ah (ajaran baru yang tak ada contohnya dalam agama), dosa-dosa besar, dan kecil.
Al-Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauziy -rahimahullah- berkata dalam Shoid Al-Khothir (hal. 195-196), “Seyogyanya bagi setiap orang yang memiliki hati, dan pikiran agar khawatir terhadap akibat maksiat, karena tidak ada hubungan kerabat, dan silaturrahmi antara seorang anak Adam dengan Allah. Allah hanyalah Penegak dan Pemutus keadilan. Jika kelembutan Allah mampu meliputi (menutupi) dosa-dosa. Cuman jika Allah ingin mengampuni dosa itu, maka Dia akan mengampuni segala dosa yang besar. Jika hendak menyiksa seseorang, maka Allah akan menyiksanya, dengan siksaan yang masih dianggap ringan. Maka takut dan khawatirlah kalian. Sungguh aku telah menyaksikan beberapa kaum dari kalangan orang-orang yang hidup mewah bergelimang dalam kezhaliman dan maksiat, yang tersembunyi maupun yang nampak. Mereka telah lelah dari arah yang mereka tak sangka; merekapun meninggalkan prinsipnya, dan membatalkan sesuatu yang mereka bangun berupa aturan-aturan yang mereka telah buat untuk keturunan mereka. Perkara itu tidaklah terjadi, kecuali karena mereka telah melalaikan hak-hak Allah -’Azza wa Jalla-. Mereka menyangka bahwa apa yang mereka lakukan berupa kebaikan mampu menghadapi segala sesuatu yang sedang terjadi berupa kejelekan (maksiat). Akhirnya, bahtera imaginasi mereka melenceng, lalu masuk kedalam air berbahaya yang menenggelamkannya… Takutlah kepada Allah, senantiasalah kalian merasa diawasi oleh Allah”.
Dosa-dosa yang mereka lakukan beragam bentuknya, bisa berupa: ke-syirik-an (seperti, menyembelih untuk makhluk, berdo’a/meminta kepada makluk), kezholiman, munculnya pemikiran-pemikiran sesat, khurafat, demonstrasi, tawuran, terorisme, pembunuhan, perampokan, perjudian, penipuan, perzinaan, aborsi, penebangan hutan secara liar, penyelundupan, kekerasan, menghalalkan musik, riba, dan masih banyak lagi tindakan kejahatan lainnya, yang sudah sering terdengar di telinga kita.
Lalu, kapankah masyarakat kita dapat menghirup udara segar berupa ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan? Keadaan bangsa kita telah banyak diwarnai dengan serba-serbi perbuatan amoral dan tindakan anarkis. Harusnya kita merasa malu dan menutup muka dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang tersebut, segera bertaubat kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dari perbuatan-perbuatan tersebut. Maraknya perbuatan-perbuatan amoral dan anarkis di negara kita disebabkan karena kaum muslimin jauh dari agamanya, dan tidak ditegakkannya syari’at Allah.
Sebagian kaum muslimin, bangsa kita malas dan enggan untuk mempelajari agama ini. Mereka lebih cenderung untuk menghadiri acara-acara yang berbau haram dan merusak, daripada menghadiri majlis-majlis ilmu -yakni ilmu agama yang sesuai dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan pemahaman salafus shaleh-. Mereka (sebagian kaum muslimin) lebih cenderung membaca buku-buku yang berbau bid’ah, khurafat dan zina daripada membaca Al-Qur’an. Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, sebagaimana dalam firman-Nya,
Turunnya berbagai musibah berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir, wabah penyakit dan kekeringan, tidak lain karena bertebarannya berbagai kemaksiatan yang dilakukan oleh tangan-tangan kita, dan jauhnya kaum muslimin dari agamanya yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan sunnah.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (3/572), “Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa yang berbuat maksiat di muka bumi, maka ia telah melakukan kerusakan di muka bumi”. Karena kebaikan bumi, dan langit lantaran ketaatan. Karena ini, telah datang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Benar-benar hukuman hadd ditegakkan di muka bumi lebih dicintai oleh penduduk bumi dibandingkan mereka diberi hujan selama 40 hari”. Sebabnya, karena hukuman hadd (hukuman yang ditetapkan batasannya dalam nash, seperti hukum hadd zina adalah rajam bagi yang telah nikah, dan cambuk bagi yang belum nikah, pen) jika ditegakkan, maka manusia, mayoritas, atau kebanyakan mereka akan berhenti melakukan perkara-perkara yang haram. Jika maksiat tidak lagi dikerjakan, maka itu merupakan sebab datangnya berkah dari langit, dan bumi. Oleh karena ini, ketika Isa –’alaihis salam- turun di akhir zaman, maka ia akan berhukum dengan syari’at Islam yang suci ini pada saat itu, berupa pembunuhan babi-babi, pematahan salib-salib, dan pembatalan jizyah. Maka dia tidak akan menerima, kecuali Islam, dan pedang (perang). Bila Allah membinasakan Dajjal, pengikutnya, Ya’juj, dan Ma’juj di zamannya, maka diperintahkan kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu”, lalu sekelompok manusiapun memakan delima, dan berteduh dengan batangnya, serta susu seeekor onta mencukupi sekelompok manusia. Hal itu tak terjadi, kecuali karena berkah diterapkannya syari’at Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-.Semakin ditegakkan keadilan, maka berkah, dan kebaikansemakin banyak”.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
Jadi, musibah menimpa manusia karena ulah tangan mereka sendiri. Di antara manusia ada yang menampakkan kekejian, mengurangi timbangan, dan takaran, membatalkan perjanjian, dan tidak mau memberlakukan Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai Pemutus perkara yang paling adil; malah mereka membuang Kitabullah di belakang punggung. Kalaupun mereka ambil, maka mereka ambil sebagian dari Kitabullah yang sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
Dalam hadits ini Anda lihat bagaimana besarnya pengaruh jelek maksiat bagi manusia. Maksiat-maksiat yang disebutkan dalam hadits ini, dan selainnya merupakan sebab datangnya musibah yang menimpa kita. Hadits ini juga menjelaskan kepada kita bahwa terkadang musibah disebabkan oleh perkara yang tidak diperhatikan dan tidak disadari oleh manusia. Manusia pada hari ini sibuk berbuat maksiat, bid’ah (seperti merayakan maulid), kekafiran, dan kesyirikan, namun mereka lalai bahwa perkara-perkara itu menyebabkan turunnya musibah.
Al-Allamah Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- dalam Ad-Daa’ wa Ad-Dawa’ (hal. 65-66) berkata, “Di antara perkara yang seyogyanya diketahui, dosa-dosa, dan maksiat mendatangkan musibah -dan memang harus demikian-, dan mudhorotnya pada hati laksana racun, mudhorotnya pada tubuh sesuai tingkatannya. Tak ada suatu keburukan dan penyakit, di dunia dan akhirat, kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat. Apakah yang menyebabkan kedua orang tua kita keluar dari surga, negeri yang penuh kelezatan, nikmat, kebahagian, dan kegembiraan menuju negeri (neraka) yang penuh sakit, kesedihan, dan musibah?… Apakah yang menyebabkan seluruh penduduk bumi tenggelam, sehingga air meluap (menutupi) puncak-puncak gunung? Apakah yang menyebabkan angin menyapu rata kaum Aad, sehinggga angin itu menghempaskan mereka dalam keadaan mati, laksana mayang korma kosong; angin meluluhlantahkan segala sesuatu yang dilaluinya pada negeri-negeri mereka, tanaman, hewan ternak mereka, sehingga mereka menjadi ibrah (pelajaran) bagi umat-umat sampai hari kiamat?”.
Jika seseorang bertakwa kepada Allah dengan menunaikan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya, maka Allah akan memberikan kepadanya jalan keluar dari arah yang tidak dia sangka. Allah -Ta’ala- berfirman,
Hadits ini menjelaskan bahwa solusi dari segala musibah adalah manusia mau bertobat kepada Allah, dengan cara menerapkan seluruh agamanya, dan meninggalkan maksiat, karena kehinaan (seperti turunnya musibah) tak mungkin akan hilang, kecuali semua kaum muslimin sadar dan mau meninggalkan segala kesalahan, maksiat, dan kelalaiannya, serta kembali kepada Agama Allah yang suci. Jika kalian tidak mau kembali dan berpegang teguh dengan agama Allah ‘Islam’ yang dibawa oleh Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, maka takutlah diri kalian akan menjadi korban musibah yang siap mengancam diri kalian sewaktu-waktu.
Sumber : http://pesantren-alihsan.org/indonesia-hari-ini.html
Sumber artikel : ahlussunnahsukabumi.com
Semua rentetan peristiwa ini memancing kita mengernyitkan dahi untuk “sedikit berpikir”, apa gerangan menyebabkan Allah menurunkan cobaan dan musibah yang bertubi-tubi. Jawabannya singkat, karena dosa-dosa yang dilakukan oleh anak-anak Adam, baik dosa itu berupa kekafiran, ke-syirik-an, bid’ah (ajaran baru yang tak ada contohnya dalam agama), dosa-dosa besar, dan kecil.
Al-Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauziy -rahimahullah- berkata dalam Shoid Al-Khothir (hal. 195-196), “Seyogyanya bagi setiap orang yang memiliki hati, dan pikiran agar khawatir terhadap akibat maksiat, karena tidak ada hubungan kerabat, dan silaturrahmi antara seorang anak Adam dengan Allah. Allah hanyalah Penegak dan Pemutus keadilan. Jika kelembutan Allah mampu meliputi (menutupi) dosa-dosa. Cuman jika Allah ingin mengampuni dosa itu, maka Dia akan mengampuni segala dosa yang besar. Jika hendak menyiksa seseorang, maka Allah akan menyiksanya, dengan siksaan yang masih dianggap ringan. Maka takut dan khawatirlah kalian. Sungguh aku telah menyaksikan beberapa kaum dari kalangan orang-orang yang hidup mewah bergelimang dalam kezhaliman dan maksiat, yang tersembunyi maupun yang nampak. Mereka telah lelah dari arah yang mereka tak sangka; merekapun meninggalkan prinsipnya, dan membatalkan sesuatu yang mereka bangun berupa aturan-aturan yang mereka telah buat untuk keturunan mereka. Perkara itu tidaklah terjadi, kecuali karena mereka telah melalaikan hak-hak Allah -’Azza wa Jalla-. Mereka menyangka bahwa apa yang mereka lakukan berupa kebaikan mampu menghadapi segala sesuatu yang sedang terjadi berupa kejelekan (maksiat). Akhirnya, bahtera imaginasi mereka melenceng, lalu masuk kedalam air berbahaya yang menenggelamkannya… Takutlah kepada Allah, senantiasalah kalian merasa diawasi oleh Allah”.
Dosa-dosa yang mereka lakukan beragam bentuknya, bisa berupa: ke-syirik-an (seperti, menyembelih untuk makhluk, berdo’a/meminta kepada makluk), kezholiman, munculnya pemikiran-pemikiran sesat, khurafat, demonstrasi, tawuran, terorisme, pembunuhan, perampokan, perjudian, penipuan, perzinaan, aborsi, penebangan hutan secara liar, penyelundupan, kekerasan, menghalalkan musik, riba, dan masih banyak lagi tindakan kejahatan lainnya, yang sudah sering terdengar di telinga kita.
Lalu, kapankah masyarakat kita dapat menghirup udara segar berupa ketentraman, keamanan, dan kesejahteraan? Keadaan bangsa kita telah banyak diwarnai dengan serba-serbi perbuatan amoral dan tindakan anarkis. Harusnya kita merasa malu dan menutup muka dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang tersebut, segera bertaubat kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dari perbuatan-perbuatan tersebut. Maraknya perbuatan-perbuatan amoral dan anarkis di negara kita disebabkan karena kaum muslimin jauh dari agamanya, dan tidak ditegakkannya syari’at Allah.
Sebagian kaum muslimin, bangsa kita malas dan enggan untuk mempelajari agama ini. Mereka lebih cenderung untuk menghadiri acara-acara yang berbau haram dan merusak, daripada menghadiri majlis-majlis ilmu -yakni ilmu agama yang sesuai dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan pemahaman salafus shaleh-. Mereka (sebagian kaum muslimin) lebih cenderung membaca buku-buku yang berbau bid’ah, khurafat dan zina daripada membaca Al-Qur’an. Padahal Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, sebagaimana dalam firman-Nya,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 2)Turunnya berbagai musibah berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir, wabah penyakit dan kekeringan, tidak lain karena bertebarannya berbagai kemaksiatan yang dilakukan oleh tangan-tangan kita, dan jauhnya kaum muslimin dari agamanya yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan sunnah.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)”. (QS. Ar-Rum: 41)Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (3/572), “Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa yang berbuat maksiat di muka bumi, maka ia telah melakukan kerusakan di muka bumi”. Karena kebaikan bumi, dan langit lantaran ketaatan. Karena ini, telah datang dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, “Benar-benar hukuman hadd ditegakkan di muka bumi lebih dicintai oleh penduduk bumi dibandingkan mereka diberi hujan selama 40 hari”. Sebabnya, karena hukuman hadd (hukuman yang ditetapkan batasannya dalam nash, seperti hukum hadd zina adalah rajam bagi yang telah nikah, dan cambuk bagi yang belum nikah, pen) jika ditegakkan, maka manusia, mayoritas, atau kebanyakan mereka akan berhenti melakukan perkara-perkara yang haram. Jika maksiat tidak lagi dikerjakan, maka itu merupakan sebab datangnya berkah dari langit, dan bumi. Oleh karena ini, ketika Isa –’alaihis salam- turun di akhir zaman, maka ia akan berhukum dengan syari’at Islam yang suci ini pada saat itu, berupa pembunuhan babi-babi, pematahan salib-salib, dan pembatalan jizyah. Maka dia tidak akan menerima, kecuali Islam, dan pedang (perang). Bila Allah membinasakan Dajjal, pengikutnya, Ya’juj, dan Ma’juj di zamannya, maka diperintahkan kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu”, lalu sekelompok manusiapun memakan delima, dan berteduh dengan batangnya, serta susu seeekor onta mencukupi sekelompok manusia. Hal itu tak terjadi, kecuali karena berkah diterapkannya syari’at Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-.Semakin ditegakkan keadilan, maka berkah, dan kebaikansemakin banyak”.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
“Dan musibah apapun yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri”. (QS. Asy-Syura: 30)Jadi, musibah menimpa manusia karena ulah tangan mereka sendiri. Di antara manusia ada yang menampakkan kekejian, mengurangi timbangan, dan takaran, membatalkan perjanjian, dan tidak mau memberlakukan Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai Pemutus perkara yang paling adil; malah mereka membuang Kitabullah di belakang punggung. Kalaupun mereka ambil, maka mereka ambil sebagian dari Kitabullah yang sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لَمْ تَظْهَرْ اَلْفَاحِشَةُ فِيْ قَوْمٍ قَطُّ
حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الطَّاُعُوْنُ
وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمُ الَّذِيْنَ
مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوْا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا
بِالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
وَلَمْ يَمْنَعُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوْا الْقَطْرَ مِنَ
السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوْا وَلَمْ يَنْقُضُوْا
عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِمْ
عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوْا بَعْضَ مَا فِيْ أَيْدِيْهِمْ وَمَا
لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِاللهِ وَيَتَخَيَّرُوْا مِمَّا أَنْزَلََ اللهُ إَلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
“Apabila berbagai macam perbuatan keji bertebaran di suatu kaum,
sehingga mereka melakukan dengan terang-terangan, pastilah akan tersebar
wabah tha’un dan berbagai macam wabah penyakit lainnya yang tidak
pernah menyerang generasi-generasi terdahulu (sebelum mereka);
apabila ia mengurangi takaran dan timbangan, niscaya mereka akan
tertimpa kemarau yang panjang, krisis (kegentingan) ekonomi, dan
kezhaliman penguasa; apabila mereka enggan menunaikan
zakat harta mereka, niscaya mereka tidak diberi hujan dari langit, dan
andaikan tidak dikarenakan adanya hewan ternak, mereka sama sekali tidak
diberi hujan; apabila mereka membatalkan perjanjian mereka dengan Allah
dan Rasul-Nya, niscaya Allah jadikan musuh-musuh menguasai mereka, lalu
musuh-musuh itu mengambil semua kekayaan yang mereka miliki. Apabila
penguasa yang memimpin mereka tidak menegakkan hukum berdasarkan
kitabullah (Al-Qur ‘an) atau hanya memilih sebagian saja dari
hukum-hukum yang diturunkan Allah, niscaya Allah menjadikan permusuhan
berkobar di antara sesama mereka”. [HR. Ibnu Majah dalam As-Sunan (4019), dan lainnya. Hadits ini shohih sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Allamah Al-Muhaddits Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- dalam As-Silsilah Ash-shahihah (106)]Dalam hadits ini Anda lihat bagaimana besarnya pengaruh jelek maksiat bagi manusia. Maksiat-maksiat yang disebutkan dalam hadits ini, dan selainnya merupakan sebab datangnya musibah yang menimpa kita. Hadits ini juga menjelaskan kepada kita bahwa terkadang musibah disebabkan oleh perkara yang tidak diperhatikan dan tidak disadari oleh manusia. Manusia pada hari ini sibuk berbuat maksiat, bid’ah (seperti merayakan maulid), kekafiran, dan kesyirikan, namun mereka lalai bahwa perkara-perkara itu menyebabkan turunnya musibah.
Al-Allamah Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- dalam Ad-Daa’ wa Ad-Dawa’ (hal. 65-66) berkata, “Di antara perkara yang seyogyanya diketahui, dosa-dosa, dan maksiat mendatangkan musibah -dan memang harus demikian-, dan mudhorotnya pada hati laksana racun, mudhorotnya pada tubuh sesuai tingkatannya. Tak ada suatu keburukan dan penyakit, di dunia dan akhirat, kecuali sebabnya adalah dosa dan maksiat. Apakah yang menyebabkan kedua orang tua kita keluar dari surga, negeri yang penuh kelezatan, nikmat, kebahagian, dan kegembiraan menuju negeri (neraka) yang penuh sakit, kesedihan, dan musibah?… Apakah yang menyebabkan seluruh penduduk bumi tenggelam, sehingga air meluap (menutupi) puncak-puncak gunung? Apakah yang menyebabkan angin menyapu rata kaum Aad, sehinggga angin itu menghempaskan mereka dalam keadaan mati, laksana mayang korma kosong; angin meluluhlantahkan segala sesuatu yang dilaluinya pada negeri-negeri mereka, tanaman, hewan ternak mereka, sehingga mereka menjadi ibrah (pelajaran) bagi umat-umat sampai hari kiamat?”.
- Jadi, solusi (pertama) bagi bangsa kita untuk melepaskan diri dari rusaknya moral dan akhlak, tiada lain, kecuali kaum muslimin bangsa kita mau kembali ke jalan Allah dan bertakwa kepada-Nya. Selain itu, hendaklah kaum muslimin bangsa kita merenungi dosa-dosa yang telah diperbuat dan merenungi siksa Allah yang keras bagi orang yang melakukan maksiat.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 196)Jika seseorang bertakwa kepada Allah dengan menunaikan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya, maka Allah akan memberikan kepadanya jalan keluar dari arah yang tidak dia sangka. Allah -Ta’ala- berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. (QS. Ath- Thalaaq: 2)- Solusi kedua, kaum muslimin bangsa ini haruslah bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Bertaubat dari syirik, sihir, menggunakan jimat, dan meminta kepada tukang sihir (paranormal), bid’ah, ucapan kufur, memakan harta manusia secara batil, zina, merampok, mencuri, melihat perkara cabul, dan maksiat lainnya.
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ
الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ
عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
“Apabila kalian melakukan transaksi “al-inah”(riba) dan kalian
sibuk beternak sapi, serta kalian rela (puas) dengan bercocok tanam dan
kalian meninggalkan jihad, pastilah Allah menimpakan kehinaan kepada
kalian, dan Allah tidak akan melepaskan kehinaan itu dari kalian sebelum
kalian kembali ke agama kalian”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4825), Ath-Thobraniy dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (3/208/1), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (11)]Hadits ini menjelaskan bahwa solusi dari segala musibah adalah manusia mau bertobat kepada Allah, dengan cara menerapkan seluruh agamanya, dan meninggalkan maksiat, karena kehinaan (seperti turunnya musibah) tak mungkin akan hilang, kecuali semua kaum muslimin sadar dan mau meninggalkan segala kesalahan, maksiat, dan kelalaiannya, serta kembali kepada Agama Allah yang suci. Jika kalian tidak mau kembali dan berpegang teguh dengan agama Allah ‘Islam’ yang dibawa oleh Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, maka takutlah diri kalian akan menjadi korban musibah yang siap mengancam diri kalian sewaktu-waktu.
Sumber : http://pesantren-alihsan.org/indonesia-hari-ini.html
Sumber artikel : ahlussunnahsukabumi.com
0 komentar :
Posting Komentar