Manfaat Hijab
Dasar dari kaidah ini adalah firman Allah:
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Maksud ayat di atas adalah perintah kepada wanita untuk tetap tinggal di dalam rumah. Walaupun perintah ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga mencakup kaum wanita secara umum selain mereka dan meskipun tidak ada dalil yang secara khusus memerintahkan semua wanita untuk tinggal di rumah, tapi syariat islam menegaskan akan pentingnya kaum wanita untuk tetap tinggal di rumah dan melarang mereka untuk keluar rumah kecuali jika ada kepentingan mendesak.” (Tafsir Al-Qurthubi: 14/179)
Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshash rahimahullah berkata: “Ayat ini adalah dalil bahwasanya kaum wanita itu diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah dan dilarang keluar rumah.” (Ahkamul Qur’an: 5/229-230)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Adab Seorang Wanita Keluar Rumah:
1. Keluarnya untuk suatu keperluan yang mendesak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
2. Harus dengan izin walinya (Orang tua atau suaminya), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
3. Harus memakai hijab yang syar’i, firman Allah:
4. Tidak boleh memakai wangi-wangian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
5. Hendaknya dengan mahramnya atau dengan wanita yang lain dan jangan berdua-duan dengan seorang laki-laki yang asing, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Keutamaan Tinggal di Rumah Bagi Wanita
Dengan tinggal di rumah seorang wanita bisa mewujudkan beberapa tujuan syariat yang mulia antara lain:
Ikhtilath (Bercampurnya laki-laki dan perempuan) adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan kehormatan wanita tercabik-cabik. Oleh karena itu Islam menutup semua pintu yang mengarah kepada prilaku ikhtilath di masyarakat muslim dengan cara:
Sejarah telah membuktikan bahwa ikhthilath merupakan salah satu sebab hancurnya sebuah bangsa dan peradaban, sebagaimana yang terjadi pada kebudayaan Yunani dan Romawi dan juga bangsa-bangsa yang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Runtuhnya daulah Bani Umayyah salah satunya disebabkan karena factor ikhtilath ini dan juga sebab-sebab yang lain.” (Majmu’ Al-Fatawa: 13/182). Oleh karena itu perlu adanya pembatasan bagi seorang wanita untuk keluar rumah agar tidak terjadi ikhtilath sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata yang intinya: “Pasal: Seorang pemimpin hendaknya melarang adanya ikhtilath antara laki-laki dan perempuan yang sering terjadi di pasar-pasar, jalan-jalan, atau tempat-tempat pertemuan. Dan seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar atas hal ini, karena fitnah yang ditimbulkan sangatlah besar sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku tidaklah meninggalkan setelahku satu fitnahpun yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.” Dan di dalam hadits lain disebutkan: Bahwasanya beliau bersabda kepada kaum wanita: “Hendaklah kalian (kalau terpaksa keluar) berjalan di pinggir jalan.”
Seorang pemimpin juga harus melarang para wanita keluar dengan bersolek dan berdandan atau memakai pakaian yang tidak sopan. Dan melarang mereka bercakap-cakap dengan kaum laki-laki di jalan…… Dia juga berhak untuk menghukum kaum wanita yang seringkali keluar rumah lebih-lebih jika dengan memakai make up…. Dahulu Umar ibnu Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melarang kaum wanita berjalan di jalanan yang banyak laki-laki atau bercampur baur dengan mereka di jalan…. (Diringkas dari kitab beliau Ath-Thuruq Al-Hukmiyah, hal 324-326)
-bersambung insya Allah-
***
- Menjaga kehormatan; Hijab adalah benteng syar’i untuk menjaga kehormatan wanita dan menjauhkan mereka dari hal-hal yang akan menimbulkan fitnah.
- Membersihkan hati pemakainya dan kaum laki-laki.
- Hijab melahirkan akhlak mulai dalam diri pemakainya seperti: rasa malu, selalu menjaga kesucian, ghirah (rasa cemburu).
- Hijab adalah tanda kesucian dan kehormatan bagi seorang wanita.
- Menutup segala pintu setan yang selalu mengajak manusia kepada perbuatan keji dan mungkar.
- Menghindarkan wanita dari budaya tabarruj, sufur dan ikhtilath yang sangat marak di masyarakat.
- Hijab adalah benteng terkokoh dari perbuatan zina dan kehidupan yang serba bebas.
- Menjaga rasa malu yang merupakan ciri khas seorang wanita.
- Wanita adalah aurat dan hijab adalah penutupnya.
- Menjaga ghirah.
Dasar dari kaidah ini adalah firman Allah:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ
وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ
اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ
تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Maksud ayat di atas adalah perintah kepada wanita untuk tetap tinggal di dalam rumah. Walaupun perintah ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga mencakup kaum wanita secara umum selain mereka dan meskipun tidak ada dalil yang secara khusus memerintahkan semua wanita untuk tinggal di rumah, tapi syariat islam menegaskan akan pentingnya kaum wanita untuk tetap tinggal di rumah dan melarang mereka untuk keluar rumah kecuali jika ada kepentingan mendesak.” (Tafsir Al-Qurthubi: 14/179)
Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshash rahimahullah berkata: “Ayat ini adalah dalil bahwasanya kaum wanita itu diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah dan dilarang keluar rumah.” (Ahkamul Qur’an: 5/229-230)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
“الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ”.
Dari Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wanita itu aurat, maka jika dia keluar rumah maka setanlah yang akan membimbingnya.” (HR. At-Turmudzi no. 1093 dan dishahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Irwaul Ghalil no. 273)Adab Seorang Wanita Keluar Rumah:
1. Keluarnya untuk suatu keperluan yang mendesak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: خَرَجَتْ سَوْدَةُ
بِنْتُ زَمْعَةَ لَيْلًا فَرَآهَا عُمَرُ فَعَرَفَهَا فَقَالَ إِنَّكِ
وَاللَّهِ يَا سَوْدَةُ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا فَرَجَعَتْ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ
وَهُوَ فِي حُجْرَتِي يَتَعَشَّى وَإِنَّ فِي يَدِهِ لَعَرْقًا فَأَنْزَلَ
اللَّهُ عَلَيْهِ فَرُفِعَ عَنْهُ وَهُوَ يَقُولُ قَدْ أَذِنَ اللَّهُ
لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ
Dari Aisyah, ia mengatakan: sudah binti Zam’ah keluar pada waktu
malam, Umar melihatnya dan mengenalnya, kemudian ia mengatakan, ‘Wahai
Saudah engkau tidak bisa menyembunyikan identitasmu (karena Sudah
wanita yang perawakannya besar, mudah untuk dikenali -ed) kemudian
Saudahpun pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan permasalahannya, maka Allah ta’ala mengirimkan wahyu kepada beliau, kemudian Rasulullah bersabda, Allah ta’ala telah mengizinkan kalian untuk keluar memenuhi hajat kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 4836)2. Harus dengan izin walinya (Orang tua atau suaminya), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن ابن عمر عن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: أن امرأة أتته، فقالت: ما حق الزوج على امرأته ؟ فقال: «لا
تمنعه نفسها وإن كانت على ظهر قتب، ولا تعطي من بيته شيئا إلا بإذنه، فإن
فعلت ذلك كان له الأجر وعليها الوزر، ولا تصوم تطوعا إلا بإذنه، فإن فعلت
أثمت ولم تؤجر، وأن لا تخرج من بيته إلا بإذنه فإن فعلت لعنتها الملائكة
ملائكة الغضب وملائكة الرحمة حتى تتوب أو تراجع » قيل: وإن كان ظالما ؟
قال: «وإن كان ظالما»
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ada seorang wanita yang datang kepada beliau lalu bertanya: “Wahai
Rasulullah, apa kewajiban seorang istri kepada suaminya? Beliau
menjawab: “Dia tidak boleh menolak suaminya jika menginginkan
dirinya meskipun di atas pelana kendaraan, tidak boleh memberikan
sesuatupun harta dari rumahnya melainkan dengan izinnya dan jika dia
melakukannya maka bagi suaminya pahala dan baginya dosa, tidak boleh
dia berpuasa (sunnah) melainkan dengan izinnya dan jika dia tetap
berpuasa maka dia berdosa dan tidak mendapatkan pahala, tidak boleh
keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya, dan jika dia melakukannya
maka semua malaikat baik malaikat marah ataupun malaikat rahmat akan
melaknatnya sehingga dia bertaubat atau kembali”, Wanita tadi bertanya: “Bagaimana kalau dia adalah seorang yang zalim? Beliau menjawab: “Meskipun dia seorang yang zalim.” (Musnad Ath-Thayalisiy no. 2051)3. Harus memakai hijab yang syar’i, firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ
وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ
أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ
أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإِرْبَةِ مِنَ
الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ
النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا المُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)4. Tidak boleh memakai wangi-wangian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«إِذَا اسْتَعْطَرَتْ الْمَرْأَةُ فَخَرَجَتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا
رِيحَهَا فَهِيَ كَذَا وَكَذَا»
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika
seorang wanita memakai wangi-wangian lalu dia keluar rumah melewati
sekelompok orang sehingga mereka mencium baunya maka dia adalah begini
dan begitu.” (HR. Abu Daud no. 3642 dan Ahmad no. 18757 dan dishahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Takhrij Misykatul Mashabih no. 1065)Dalam riwayat yang lain disebutkan:
عَن أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ
لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika
seorang wanita memakai wangi-wangian lalu dia keluar rumah melewati
sekelompok orang sehingga mereka mencium baunya maka dia adalah seorang
pezina.” (HR. Ahmad no. 18879 dan 18912 dan dishahihkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’ no. 323)5. Hendaknya dengan mahramnya atau dengan wanita yang lain dan jangan berdua-duan dengan seorang laki-laki yang asing, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا
تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ
عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Seorang wanita tidak boleh bepergian melainkan dengan
mahramnya, seorang laki-laki tidak boleh menemui seorang wanita
melainkan bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1729)Keutamaan Tinggal di Rumah Bagi Wanita
Dengan tinggal di rumah seorang wanita bisa mewujudkan beberapa tujuan syariat yang mulia antara lain:
- Terpeliharanya fitrah yang sesuai dengan tiap-tiap dari laki-laki dan perempuan. Di mana Allah telah membagi tugas kepada manusia sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Laki-laki memiliki tugas mencari nafkah di luar rumah sedangkan wanita bekerja di dalam rumah.
- Terpeliharanya ciri khas dari masyarakat muslim yaitu masyarakat fardiy yang terdiri dari satu jenis saja tanpa adanya ikhtilath.
- Wanita lebih terfokus untuk menjalankan tugas utamanya di dalam rumah yang bermacam-macam sekaligus secara penuh memegang tanggung jawabnya sebagai seorang istri, ibu, pendidik dan ratu rumah tangga.
- Memberikan ruangan yang luas bagi kaum wanita untuk melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah.
- Menjaga kemuliaan dan kesuciannya.
Ikhtilath (Bercampurnya laki-laki dan perempuan) adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan kehormatan wanita tercabik-cabik. Oleh karena itu Islam menutup semua pintu yang mengarah kepada prilaku ikhtilath di masyarakat muslim dengan cara:
- Diharamkan bagi seorang lelaki bertemu dan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram, seperti antara seorang wanita dengan supirnya atau dengan pembantunya, seorang wanita dengan dokter laki-laki atau lainnya.
- Diharamkan bagi seorang wanita untuk bepergian sendirian.
- Diharamkan bagi seorang laki-laki memandang wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya.
- Diharamkan bagi seorang laki-laki menyentuh wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya, seperti: bersalam-salaman atau lainnya.
- Diharamkan bagi seorang laki-laki menyerupai wanita atau sebaliknya.
- Seorang wanita dianjurkan untuk melakukan shalat di rumahnya, dan
itu yang paling utama baginya. Tapi jika terpaksa dia mau shalat di
masjid bersama kaum lelaki, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:
- Keadaannya aman untuk dirinya.
- Harus dengan izin walinya (Orang tua atau suaminya)
- Harus memakai hijab yang syar’i.
- Tidak boleh memakai wangi-wangian.
- Jangan sampai menimbulkan fitnah yang lebih besar atau melanggar syariat.
- Tidak boleh bercampur baur dengan kaum lelaki baik di perjalanan menuju masjid atau di dalam masjid.
- Adanya pintu khusus di masjid untuk keluar masuk wanita.
- Menempati shaf yang paling akhir terlebih dahulu, karena inilah yang paling utama bagi wanita.
- Mengingatkan imam dengan menggunakan tepukan tangan bukan dengan tasbih seperti laki-laki.
- Keluar dari masjid sebelum kaum laki-laki. Dan bagi kaum laki-laki hendaknya keluar menunggu kaum wanita keluar terlebih dahulu. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عن أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قالت:
أَنَّ النِّسَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ صَلَّى مِنْ
الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَإِذَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Bahwasanya kaum wanita pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mereka salam dari shalat wajib, mereka langsung keluar sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan kaum laki-laki tetap berdiam di masjid untuk beberapa saat. Ketika
Rasulullah berdiri untuk keluar masjid, maka kaum laki-laki juga
keluar.” (HR. Al-Bukhari no. 819)
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ وَيَمْكُثُ هُوَ فِي
مَقَامِهِ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ “. قَالَ: نَرَى وَاللَّهُ
أَعْلَمُ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ لِكَيْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ
يُدْرِكَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الرِّجَالِ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
salam, para wanitapun langsung pergi keluar masjid sementara beliau
sendiri tetap tinggal di masjid untuk beberapa saat lalu beliau
keluar.” Az-Zuhri (Salah seorang perawi hadits ini) berkata: Kami
berpendapat -WAllahu A’lam- bahwa beliau melakukan hal itu
untuk memberikan waktu kepada kaum wanita untuk keluar sebelum kaum
laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 823)Sejarah telah membuktikan bahwa ikhthilath merupakan salah satu sebab hancurnya sebuah bangsa dan peradaban, sebagaimana yang terjadi pada kebudayaan Yunani dan Romawi dan juga bangsa-bangsa yang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Runtuhnya daulah Bani Umayyah salah satunya disebabkan karena factor ikhtilath ini dan juga sebab-sebab yang lain.” (Majmu’ Al-Fatawa: 13/182). Oleh karena itu perlu adanya pembatasan bagi seorang wanita untuk keluar rumah agar tidak terjadi ikhtilath sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata yang intinya: “Pasal: Seorang pemimpin hendaknya melarang adanya ikhtilath antara laki-laki dan perempuan yang sering terjadi di pasar-pasar, jalan-jalan, atau tempat-tempat pertemuan. Dan seorang pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar atas hal ini, karena fitnah yang ditimbulkan sangatlah besar sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku tidaklah meninggalkan setelahku satu fitnahpun yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada wanita.” Dan di dalam hadits lain disebutkan: Bahwasanya beliau bersabda kepada kaum wanita: “Hendaklah kalian (kalau terpaksa keluar) berjalan di pinggir jalan.”
Seorang pemimpin juga harus melarang para wanita keluar dengan bersolek dan berdandan atau memakai pakaian yang tidak sopan. Dan melarang mereka bercakap-cakap dengan kaum laki-laki di jalan…… Dia juga berhak untuk menghukum kaum wanita yang seringkali keluar rumah lebih-lebih jika dengan memakai make up…. Dahulu Umar ibnu Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melarang kaum wanita berjalan di jalanan yang banyak laki-laki atau bercampur baur dengan mereka di jalan…. (Diringkas dari kitab beliau Ath-Thuruq Al-Hukmiyah, hal 324-326)
-bersambung insya Allah-
***
- Penulis: Abu Umair Mahful Safaruddin, Lc.
- Ringkasan dari kitab “Hirasatul Fadlilah (Menjaga Kehormatan Wanita)” karangan Syekh Bakr Abu Zaid -rahimahullah- dengan sedikit perubahan dan tambahan
- Artikel www.muslimah.or.id
0 komentar :
Posting Komentar