Sabtu, 21 Januari 2012

BERDIRINYA DAULAH UMAWIYYAH DAN KEMBALINYA PERSATUAN KAUM MUSLIMIN PADA TAHUN AL JAMA’AH
Penduduk negeri Iraq membaiat Al-Hasan bin Ali, sebagai khalifah pada tahun kematian ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Sementara itu terdengar kabar yang sampai kepada Mu’awiyah bahwa Al-Hasan sedang mempersiapkan pasukan untuk memeranginya. Mu’awiyah mulai berhati-hati dengan melakukan antisipasi kemungkinan terjadinya perkara yang tidak diinginkan. Muncullah di muka bumi saat-saat pertemuan yang menegangkan, dan peristiwa Perang Shifiin kedua telah tiba. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu telah terasuki kecemasan dan kegalauan yang besar. Fitnah (peristiwa saling membunuh antara kaum muslimin-pen) akan terulang kembali.
Masing-masing pasukan telah mulai berjalan. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu bertanya-tanya pada dirinya sendiri: Darah kaum muslimin telah berhasil dijaga pada perang Shifiin, sedangkan keadaan kaum muslimin telah mulai tenang pada beberapa saat lamanya dengan pembagian kekuasaan antara dirinya dengan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Akan tetapi keadaan yang demikian ini adalah keadaan yang sangat ganjil, hendaklah kaum muslimin bersatu kembali. Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi sebab persatuan itu.
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhumelakukan usaha yang mengarah kepada apa yang beliau cita-citakan dengan mengutus dua orang terbaik dari pendukungnya yaitu ‘Abdurrahman bin Samurah dan Abdullah bin ‘Amir bin Kuraiz agar keduanya mengadakan perdamaian. Kedua orang itu pun berusaha untuk mengadakan perundingan perdamaian, dan Allah menghendaki kebaikan pada diri Al­Hasan radhiyallahu ‘anhu dengan persetujuan beliau atas usaha perdamaian tersebut. Lalu beliau turun tahta dari kekhalifahan dengan harapan akan memupus keberlangsungan fitnah dan mewujudkan persatuan kaum muslimin. Demikian ringkasan dari riwayat Al-Bukhari Yang shahih, sedangkan riwayat-riwayat lainnya adalah lemah.
APAKAH AL-HASAN RADHIYALLAHU ‘ANHU MEMBERIKAN PERSETUJUAN PERDAMAIAN DENGAN PILIHAN SENDIRI ATAU TERPAKSA?
(Secara kenyataan yang ada bahwa) Al­Hasan radhiyallahu ‘anhu menyetujuinya berdasarkan pilihan beliau sendiri demi kemaslahatan kaum muslimin, tidak seperti yang dituduhkan oleh sebagian corong-corong kebatilan bahwa pasukannya meninggalkannya sehingga beliau dengan. terpaksa menerima perdamaian itu. Yang demikian ini disitir dalam riwayat Al-Hakim yang disahkan dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dengan sanadnya sampai kepada Al-Hasan bahwa beliau berkata: “Sungguh kekuatan Arab ada pada tanganku, mereka siap memerangi orang yang aku ingin perangi, mereka akan memberikan jaminan keamanan pada orang yang aku beri jaminan. Namun, aku meninggalkannya dalam rangka mengharapkan Wajah Allah ‘Azza wa Jalla dan mencegah tertumpahnya darah umat Muhammad shallllahu ‘alaihi wasallam.’
MU’AWIYAH RADHIYALLAHU ‘ANHU DIBAIAT SEBAGAI KHALIFAH
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu dibaiat menjadi khalifah untuk wilayah Syam, Iraq, dan seluruh negeri­-negeri Islam. Hal ini terjadi pada tahun 41 H. Sebelumnya beliau hanya disebut sebagai amir (pimpinan) di negeri Syam, sedangkan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu disebut sebagai amirul mukminin di Iraq. Tahun yang menggembirakan ini dinamakan sebagai ‘aamul jamaa’ah (tahun persatuan), karena Allah ‘Azza wa Jalla menyatukan kekuatan kaum muslimin di bawah satu kendali pemerintahan sehingga hati merekapun menjadi satu, segala pujian milik Allah Ta’ala semata.
Demikianlah, fitnah (perpecahan) telah dipupuskan. Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan perdamaian dan kesatuan kaum muslimin melalui Al­Hasan radhiyallahu ‘anhu, yaitu dengan sebab (dalamnya) agama, akal, dan ketakwaan yang beliau miliki sehingga terwujudlah pada diri beliau sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam riwayat Al­Bukhari rahimahullah:
“Sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid (penghulu), nantinya Allah akan menyatukan dua kelompok besar (yang berseteru) dari kaum muslimin. ”
Hadits ini menetapkan bahwa khilafah yang dipegang oleh Amirul Mukminin Mu’awiyyah radhiyallahu ‘anhu adalah sebagai wujud dari perdamaian kaum muslimin, dan perdamaian adalah kebaikan. Hal ini juga sebagai bantahan yang meruntuhkan celaan yang dilontarkan oleh sekte Syi’ah terhadap beliau radhiyallahu ‘anhu.
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENERANGKAN PERIHAL FITNAH YANG TERJADI
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidupnya telah sedikit menyinggung keberadaan fitnah (perang sesama kaum muslimin-pen) yang akan muncul dalam sebagian hadits-haditsnya yang mulia. Hal ini merupakan mukjizat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari hadits-hadits yang ada, kita bisa mengetahui kenyataan perang yang terjadi dan bisa mengambil kesimpulan hukum yang benar dan jauh dari igauan-igauan para pendusta dan kedustaan-kedustaan yang dibuat oleh para pendengki musuh-musuh Islam.
Di antara hadits-hadits di atas adalah sebagai berikut:
1.Riwayat Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Hari kiamat tidak akan terjadi sampai  dua kelompok besar (dari kaum muslimin) saling berperang hingga jumlah yang terbunuh dari keduanya adalah sangat besar sedangkan apa yang mereka perjuangkan adalah satu (sama).”
Para ahli sejarah menyebutkan bahwa jumlah kaum muslimin baik dari Iraq maupun dari Syam yang saling berperang bersama dengan ‘Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhuma, lebih dari 200.000. Sedangkan jumlah yang meninggal benar-benar sangat banyak. Sabda beliau yang menyebutkan bahwa: (apa yang mereka perjuangkan adalah satu) menunjukkan bahwa mereka adalah kaum yang memiliki aqidah yang sama dan agama yang sama pula, sedangkan yang mereka tuju adalah kebenaran. Dengan demikian segala upaya makar yang disusupkan berupa tuduhan merasuknya hawa nafsu dan keinginan untuk saling mengalahkan, atau menuduh salah satu kelompok memiliki niatan yang jelek, maka pemikiran-pemikiran seperti ini adalah sangkaan yang batil dan tertolak.
2. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memastikan kelompok mana yang saling bertikai itu yang lebih dekat kepada kebenaran yang masing-masing berijtihad untuk mendapatkan kebenaran. Dan kelompok mana yang telah berlaku menyimpang dan salah, maka kelompok itu adalah mujtahid juga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:
“Wahai ‘Ammar, kamu akan dibunuh oleh kelompok yang zhalim (yang keluar dari ketaatan kepada imam/penguasa yang sah). “
Hadits ini adalah hadits shahih lagi lugas dalam menyatakan bahwa Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu dan orang-orang yang mendukungnya telah berlaku salah terhadap Amirul Mukminin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dalam keadaan sebagai para mujtahid yang salah. Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah karena pasukan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu adalah kelompok yang membunuh ‘Ammar radhiyallahu ‘anhu. Akan tetapi Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu telah berijtihad dalam menafsirkan hadits di atas dengan ucapannya:
“Yang membunuhnya adalah orang-orang yang mengeluarkannya.”
Yakni yang mengeluarkannya menuju ke medan peperangan. Sedangkan beliau (‘Ammar radhiyallahu ‘anhu) waktu itu adalah seorang yang sudah lanjut usia sehingga mereka (yang menghadirkannya ke medan perang) adalah orang yang menjadi sebab terbunuhnya. Ijtihad beliau yang demikian ini adalah salah.
Beliau mengambil ijtihad seperti ini karena apa yang beliau yakini adalah kebenaran.
Sedangkan riwayat Muslim menegaskan dengan lebih jelas kelompok mana yang benar:
“Akan ada di tengah umatku dua kelompok, kemudian muncul pula di antara keduanya sebuah kelompok yang keluar (dari ketaatan kepada khalifah) yang diperangi oleh salah satu dari dua kelompok yang lebih benar.”
Hadits ini mengisyaratkan terhadap munculnya kelompok khawarij yang di perangi oleh ‘Ali dan tentaranya
4. Diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah bahwa beliau berkata: “Aku bermimpi melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan Abu Bakar dan ‘Umar duduk di samping beliau. Lalu aku mengucapkan salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku duduk. Ketika aku duduk, tiba-tiba dihadapkanlah ‘Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhuma. Lalu keduanya dimasukkan ke dalam sebuah rumah dan ditutup pintunya dalam keadaan aku menyaksikannya. Dan tidak lama ternyata ‘Ali yang keluar sambil mengatakan: ‘Demi Penguasa Ka’bah, telah diputuskan bahwa yang benar adalah aku.’ Kemudian tidak berapa lama Mu’awiyah keluar juga sambil mengatakan: ‘Diampunkan untukku, demi Penguasa Ka’bah.”[1]
Semoga Allah senantiasa merahmati dan meridhai mereka semua dan mengumpulkan kita dengan mereka di tempat rahmat-Nya yang abadi, sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
FOOT NOTE:
[1] Ibnu Katsir membawakannya dengan sanadnya (jilid 8, hal.130]
Sumber: Buku “TARIKH DAULAH UMAWIYYAH”, Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud al-Islamiyyah, Riyadh Saudi Arabia, Penerbit Hikmah Ahlus Sunnah, Cet.Kedua, Hal.11-19. via Facebook Kisah-Kisah Teladan & Sejarah Islam

Sumber : alqiyamah.wordpress.com

0 komentar :

Posting Komentar