Sabtu, 21 Januari 2012

Hukum Wadi’ah
Pengertian bahasa adalah “Meninggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga”.  Sedangkan dalam istilah : “Memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/ barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu”.
Landasan Syariah, “Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat kepada ahlinya.” (4 : 58). “Dan hendaklah orang yang diberikan amanat itu menyampaikan amanatnya” (2: 283).
Tunaikanlah amanah yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhiatani terhadap orang yang telah mengkhianatimu” . H. R. Abu Dawud dan Tirmidzi.
Ijma’ Para ulama daria zaman dulu sampai sekarang telah menyepakati akad wadiah ini karena manusia memerlukannya dalam kehidupan muamalah.
Rukun Wadiah :
  • Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).
  • Wadii’ ( Orang yang dititipi barang).
  • Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).
  • Shighot ( Ijab dan qobul).
Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/ tangannya secara nyata.
Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong, maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’. Kalau ia tidak mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.
Namun kalau wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa” (ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.
Jenis-jenis Wadiah :
  • Wadiah yad amanah Pada keadaan ini barang yang dititipkan merupakah bentuk amanah belaka dan tidak ada kewajiban bagi wadii’ untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya.
  • Wadiah yad dhomanah. Wadiah dapat berubah menjadi yad dhomanah, yaitu wadii’ harus menanggung kerusakan atau kehilangan pada wadiah, oleh sebab-sebab berikut ini:
  • wadii’ menitipkan barang kepada orang lain yang tidak biasa dititipi barang.
  • wadii’ meninggalkan barang titipan sehingga rusak.
  • memanfaatkan barang titipan.
  • bepergian dengan membawa barang titipan.
  • jika wadii’ tidak mau menyerahkan barang ketika diminta muwaddi’, maka ia harus menanggung jika barang itu rusak.
  • mencampur dengan barang lain yang tidak dapat dipisahkan.
Maraji’ :
  • Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57
  • An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.
  • Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.
Sumber : jacksite.wordpress.com

0 komentar :

Posting Komentar