Para pembaca yang mulia, menyoal 
kejujuran adalah suatu topik pembicaraan yang mahal. Tak ubahnya ibarat 
barang langka, namun banyak konsumen yang mengincarnya. Terasa susah 
sekali mencari orang yang jujur atau yang bisa dipercaya. Tak urung, 
orang kepercayaan pun bisa jadi musuh dalam selimut.
Seiring dengan kemajuan media informasi 
dan tehnologi yang semakin canggih, peran kejujuran merupakan modal yang
 paling urgen (mendasar). Keakuratan dalam memberikan informasi, berita,
 data, fakta, dan segala yang terkait dengan pernyataan, sikap dan 
tindakan, itu tergantung kepada faktor kejujuran.
Demi mengejar persaingan bisnis, 
persaingan posisi (jabatan), kesenjangan sosial, kesulitan ekonomi atau 
pun kepentingan lainnya tak jarang dapat membutakan prinsip kejujuran. 
Tak luput juga dalam dunia pendidikan, adanya persaingan pendidikan yang
 kurang sehat juga dapat mengugurkan akan kejujuran. kalau dalam dunia 
pendidikan saja sudah terlepas dari prinsip kejujuran, bagaimana lagi 
bila meningkat pada jenjang berikutnya?
Demikian pula dalam lembaga kecil rumah 
tangga sangat perlu ditanamkan dan diterapkan prinsip kejujuran yang 
mulia ini. Betapa menyesalnya orang tua, bila sang anak sudah tidak bisa
 dipegang kejujurannya lagi? Betapa retaknya hubungan suami istri bila 
keduanya tidak saling menaruh kepercayaan? Dalam lembaga yang kecil saja
 ketidakjujuran itu membawa dampak negatif yang luar biasa, bagaimana 
lagi dampak yang terjadi dalam lembaga yang lebih besar?
Sangat tragis bila image (praduga) 
“siapa yang jujur ajur”, “siapa yang polos gak lolos”, ini semakin 
semarak. Apakah wabah ini bisa terobati? Jawabannya, tentu karena Allah 
subhanahu wata’ala tidak akan menurunkan sebuah penyakit melainkan pasti
 ada obatnya. Kembali kepada Islam, mempelajari ajaran-ajarannya dan 
mengamalkannya adalah obat yang tepat.
Jujur adalah Tanda Orang Yang Beriman
Wahai saudaraku kaum muslimin, 
sesungguhnya agama Islam yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad 
shalallahu ‘alaihi wasallam adalah agama yang menjunjung tinggi prinsip 
kejujuran. Beliau sendiri adalah seorang yang mendapat gelar al amin 
(orang yang dapat dipercaya) dimasa itu. Karena beliau shalallahu 
‘alaihi wasallam melandasi setiap tindakannya diatas prinsip kejujuran.
Dalam beberapa ayat Al Qur’an, Allah 
subhanahu wata’ala telah menyeru orang-orang yang beriman agar bersikap 
jujur. Diantara firman-Nya: (artinya):
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (At Taubah: 119)
“Hai orang-orang yang beriman, 
bertaqwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar 
(diantara perkataan yang benar adalah jujur -pent).” (Al Ahzab: 70)
Kandungan kedua ayat di atas, Allah 
subhanahu wata’ala memanggil kepada orang-orang yang beriman, agar 
mereka bertaqwa dan berjalan bersama orang-orang yang jujur. 
Mengisyaratkan bahwa konsekuensi orang yang mengikrarkan dirinya beriman
 kepada Allah subhanahu wata’ala, hendaknya dia bertaqwa. Dan salah satu
 bentuk taqwa dia kepada Allah subhanahu wata’ala adalah berjalan 
bersama orang-orang yang jujur. Berpijak diatas pijakan mereka, yaitu 
melandasi semua perkataan dan perbuatan diatas prinsip kejujuran. Karena
 kejujuran itu merupakan tanda kesempurnaan iman dan taqwa dia kepada 
Allah subhanahu wata’ala.
Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah 
shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan 
dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah 
subhanahu wata’ala dan hari kiamat, hendaklah dia berkata baik atau 
hendaknya dia diam (bila tidak bisa berkata baik).” (HR. Al Bukhari no. 
6018 dan Muslim no. 48)
Diantara perkataan yang baik adalah perkataan yang jujur. Bahkan kejujuran itu adalah sumber segala kebaikan.
Arti Sebuah Kejujuran
Para pembaca, setiap yang menabur biji 
kebaikan pasti ia akan menuai kebaikan dan demikian pula setiap yang 
menabur biji kejelekan pasti ia akan menuai kejelekan pula. Ini 
merupakan sunnatullah (ketetapan Allah subhanahu wata’ala) yang sejalan 
dengan fitrah yang suci.
Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim 
meriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulullah 
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Sesungguhnya kejujuran itu akan 
mengantarkan kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan 
mengantarkan kedalam al jannah (surga), sesungguhnya orang yang 
benar-benar jujur akan dicacat disisi Allah sebagai ash shidiq (orang 
yang jujur). Dan sesungguhnya orang yang dusta akan mengantarkan ke 
jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan mengantarkan 
kedalam an naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar dusta akan
 dicatat disisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari no. 6094 dan 
Muslim no. 2606)
Dalam hadits diatas menunjukkan bahwa 
jujur merupakan amalan yang amat terpuji. Dari sebuah kejujuran akan 
tegak kebenaran, keadilan, dan sekian banyak kebaikan dibaliknya. Hati 
akan menjadi tenang dan tentram. Karena orang yang jujur itu tidak 
mengurangi atau menzhalimi hak orang lain. Sehingga semakin menambah 
kepercayaan dari orang lain.
Cobalah perhatikan, bila seseorang 
berkata atau bertindak jujur, maka orang lain akan merasa dirinya 
dihormati, diperlakukan adil, tidak dizhalimi atau tidak dikhianati. 
Sehingga menumbuhkan rasa saling percaya, menambah rajutan ukhuwah 
(persaudaran), dan mahabbah (kasih sayang). Namun sebaliknya, dari 
ketidakjujuran akan menyebabkan terjatuh dalam perbuatan zhalim, curang 
atau berdusta kepada orang lain. Yang berakibat memudarnya sikap saling 
percaya, bahkan akan timbul kedengkian, permusuhan, dan sikap jelek 
lainnya.
Sehingga jujur itu benar-benar akan 
mendatangkan kebaikan dan sebaliknya dibalik ketidakjujuran itu terdapat
 sekian malapetaka. Demikianlah janji Allah subhanahu wata’ala dalam 
firman-Nya (artinya):
“… Tetapi jikalau mereka jujur terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Muhammad: 21)
Sebenarnya segala perbuatan itu bisa 
dinilai sendiri, apakah perbuatan itu didasari dengan jujur ataukah 
tidak? Bila perbuatan itu didasari dengan kejujuran maka hati itu akan 
menjadi tentram dan tenang. Berbeda dengan perbuatan yang didasari 
dengan ketidakjujuran maka hati itu akan selalu gundah gulana dan 
bimbang. Maka sesuatu yang masih ragu atau bimbang hendaknya 
ditinggalkan. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam 
bersabda:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رَيبَةٌ 
“Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu 
kepada sesuatu yang tidak meragukanmu. Karena kejujuran itu adalah 
sesuatu yang menenangkan sedangkan dusta itu adalah sesuatu yang 
membimbangkan.” (HR. At Tirmidzi no. 2518, An Nasa’i 8/327-328, dan 
Ahmad 1/200, dari shahabat Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib)
Para pembaca, sehingga image bahwa 
“jujur itu ajur” itu tidaklah benar. Bahkan sikap jujur itu pasti 
berakibat “mujur” (baik) dan “ma’jur” (mendapat pahala dari Allah 
subhanahu wata’ala). Diantara dampak yang baik dari perbutan jujur 
adalah:
1. Sebab mendapat barakah dari Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Penjual dan pembeli itu memiliki hak 
untuk meneruskan atau membatalkan akad jual belinya selama keduanya 
belum berpisah. Jika keduanya jujur menjelaskan keadaan barangnya maka 
akan diberkahi jual belinya dan jika keduanya dusta maka akan dihapus 
keberkahan dalam jual belinya.”
Ini adalah suatu gambaran dari 
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tentang usaha dagang (bisnis) 
yang didasari dengan prinsip kejujuran. Jujur dalam memberikan sifat 
barang, jujur dalam timbangan, atau jujur dalam segala hal yang terkait 
dengan jual beli. Maka bisnis itu akan diberkahi oleh Allah subhanahu 
wata’ala. Sebaliknya bila berlaku culas (menipu) dalam bisnisnya maka 
akan menjauhkan dia dari barakah-Nya ?, bahkan Allah subhanahu wata’ala 
akan mendatangkan siksaan baginya. Seperti curang dalam timbangan maka 
Allah subhanahu wata’ala mengancam dengan ancaman yang keras, 
sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu curang dalam menakar dan menimbang).” (Al Muthaffifin: 1)
2. Jujur sebagai sebab akan diperbaiki dan diterima amalan-amalan lainnya oleh Allah subhanahu wata’ala.
3. Jujur sebagai sebab datangnya maghfirah (ampunan) Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala 
berfirman (artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu 
kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar (jujur), niscaya Allah 
akan memperbaiki amalan-amalanmu dan akan mengampuni dosa-dosamu, …” (Al
 Ahzab: 70-71)
4. Mendapat pahala yang besar. 
Allah subhanahu wata’ala berfirman 
(artinya): “(Sesungguhnya), … laki-laki dan perempuan yang benar 
(jujur), … maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala 
yang besar.” (Al Ahzab: 35)
Diantara pahala yang besar yang Allah 
subhanahu wata’ala janjikan, yaitu barangsiapa yang memohon derajat 
syahid disisi Allah subhanahu wata’ala dengan jujur, niscaya Allah 
subhanahu wata’ala akan memenuhi permohanannya, meskipun ia mati diatas 
ranjangnya. Sebagaiamana hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ
“Barangsiapa memohon kepada Allah 
derajat syahid dengan jujur niscaya Allah akan menyampaikannya ke 
derajat para syuhada’, meskipun ia meninggal diatas ranjangnya.” (HR. 
Muslim no. 1909)
Demikian pula, pedagang (bisnisman) yang
 jujur akan diberikan pahala tinggal bersama para nabi, orang-orang yang
 jujur, dan para syuhada’ (orang-orang yang mati di medan jihad). 
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang yang jujur lagi dapat dipercaya bersama para nabi, ash shiddiqi, dan asy syuhada’.” (At Tiermidzi: 1130)
Akhir kata, semoga kajian yang ringkas 
ini sebagai koreksi bagi kita semua. Tiada seorang pun yang bersih dari 
noda dosa dan kesalahan. Namun seyogyanya kita selalu berusaha untuk 
berjalan diatas prinsip kejujuran, bila ada kelalain dari kita, 
hendaknya segera kita bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Semoga 
Allah subhanahu wata’ala menggolongkan kita termasuk hamba-hambanya yang
 jujur. Amien, ya Rabbal ‘alamin.
MUTIARA HADITS
Do’a Berlindung Dari Empat Perkara Sebelum Salam
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, 
sesungguhnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bila 
salah seorang diantara kalian selesai dari tasyahud akhir hendaklah 
berlindung kepada Allah dari empat perkara:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya, Allah sesungguhnya aku memohon 
perlindungan kepada-Mu dari adzab neraka jahannam, adzab kubur, fitnah 
kehidupan dan kematian, dari jeleknya fitnah Dajjal.” (HR. Al Bukhari 
no. 1377, Muslim no. 588, Abu Dawud no. 833, At Tirmidzi no. 3528, An 
Nasa’i no. 1293, Ibnu Majah no. 899, Ahmad no. 7110, dan Ad Darimi no. 
1310)
Sumber: www.mahadassalafy.net
Sumber artikel : ahlussunnahkendari.com 
21.00
Karimun 08 Makassar
                              Posted in 
                              


0 komentar :
Posting Komentar