Azan dan Iqomah di Telinga Bayi
Al-Ustadz Abu Muawiah
Sepanjang pemeriksaan kami, ada lima hadits yang menyebutkan masalah ini, berikut penjelasannya:
1. Hadits Abu Rafi’ Maula Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-.
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍ حِيْنَ
وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ
“Saya melihat Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan bin ‘Ali
-seperti azan shalat- tatkala beliau dilahirkan oleh Fathimah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad
(6/391-392), Ath-Thoyalisy (970), Abu Daud (5105), At-Tirmidzy (1514),
Al-Baihaqy (9/305) dan dalam Asy-Syu’ab (8617, 8618), Ath-Thobrony (931,
2578) dan dalam Ad-Du’a` (2/944), Al-Hakim (3/179), Al-Bazzar (9/325),
Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah (11/273), dan Ar-Ruyany dalam Al-Musnad
(1/455). Semuanya dari jalan Sufyan Ats-Tsaury dari ‘Ashim bin
‘Ubaidillah bin ‘Ashim dari ‘Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari Abi Rafi’
-radhiyallahu ‘anhu-.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh
Ath-Thobrany (926, 2579) tapi dari jalan Hammad bin Syu’aib dari ‘Ashim
bin ‘Ubaidillah dari ‘Ali ibnul Husain dari Abi Rafi’ dengan lafadz:
أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ رضي الله عنهما حِيْنَ وُلِدَا وَأَمَرَ بِهِ
“Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan dan Al-Husain
-radhiyallahu ‘anhuma- tatkala keduanya lahir, dan beliau memerintahkan
hal tersebut”.
Maka dari jalan ini kita bisa
melihat bahwa Hammad bin Syu’aib menyelisihi Sufyan Ats-Tsaury dengan
menambah dua lafadz; “dan Al-Husain” dan “beliau memerintahkan hal
tersebut(1)”.
Akan tetapi jalan Hammad -termasuk kedua lafadz tambahannya- adalah mungkar, karena Hammad bin Syu’aib telah menyelisihi Sufyan padahal dia (Hammad) adalah seorang rowi yang sangat lemah. Yahya bin Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya (arab: laisa bisyay`in)”. Imam Al-Bukhary berkata dalam At-Tarikh Al-Kabir (3/25), “Hammad bin Syu’aib At-Taimy, Abu Syu’aib Al-Hummany …, ada kritikan padanya (arab: fiihi nazhor)(2)”. Al-Haitsamy berkata mengomentari riwayat ini dalam Majma’ Az-Zawa`id (4/60), “Ath-Thobrony meriwayatkannya dalam Al-Kabir sedang di dalamnya ada terdapat Hammad bin Syu’aib, dan dia adalah rowi yang sangat lemah”.(3)
Akan tetapi jalan Hammad -termasuk kedua lafadz tambahannya- adalah mungkar, karena Hammad bin Syu’aib telah menyelisihi Sufyan padahal dia (Hammad) adalah seorang rowi yang sangat lemah. Yahya bin Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya (arab: laisa bisyay`in)”. Imam Al-Bukhary berkata dalam At-Tarikh Al-Kabir (3/25), “Hammad bin Syu’aib At-Taimy, Abu Syu’aib Al-Hummany …, ada kritikan padanya (arab: fiihi nazhor)(2)”. Al-Haitsamy berkata mengomentari riwayat ini dalam Majma’ Az-Zawa`id (4/60), “Ath-Thobrony meriwayatkannya dalam Al-Kabir sedang di dalamnya ada terdapat Hammad bin Syu’aib, dan dia adalah rowi yang sangat lemah”.(3)
Kita kembali ke jalan Sufyan Ats-Tsaury. Di
dalamnya sanadnya ada ‘Ashim bin ‘Ubaidillah dan dia juga adalah rowi
yang sangat lemah. Imam Abu Hatim dan Abu Zur’ah berkata, “Mungkar
haditsnya dan goncang haditsnya”. Imam Ahmad berkata dari Sufyan ibnu
‘Uyainah (beliau) berkata, “Saya melihat para masyaikh (guru-guru)
menjauhi hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”. ‘Ali ibnul Madiny berkata,
“Saya melihat ‘Abdurrahman bin Mahdy mengingkari dengan sangat keras
hadits-hadits ‘Ashim bin ‘Ubaidillah”. Dan hadits ini adalah salah satu
hadits yang diingkari atas ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, sebagaimana dalam
Mizanul I’tidal (4/8). Lihat juga Al-Jarh wat Ta’dil (6/347) karya Ibnu
Abi Hatim dan Al-Kamil (5/225).
Berkaca dari uraian di atas, kita tidak ragu untuk menghukumi hadits ini sebagai hadits yang sangat lemah (arab: dho’ifun Jiddan).
Berkaca dari uraian di atas, kita tidak ragu untuk menghukumi hadits ini sebagai hadits yang sangat lemah (arab: dho’ifun Jiddan).
2. Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍ يَوْمَ وُلِدَ,
فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى
“Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan bin ‘Ali pada hari
beliau dilahirkan. Beliau mengumandangkan azan di telinga kanannya dan
iqomah di telinga kirinya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh
Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman (8620) -dan beliau melemahkan hadits ini-
dari jalan Al-Hasan bin ‘Amr bin Saif dari Al-Qosim bin Muthib dari
Manshur bin Shofiyyah dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas.
Ini adalah hadits yang palsu. Imam
Adz-Dzahaby berkata -memberikan biografi bagi Al-Hasan bin ‘Amr bin
Saif di atas- dalam Al-Mizan (2/267), “Dia dianggap pendusta oleh Ibnu
Ma’in, Imam Al-Bukhary berkata, “Dia adalah pendusta””.
3. Hadits Al-Husain bin ‘Ali -radhiyallahu ‘anhuma-.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ وُلِدَ لَهُ, فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى, لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ
“Barangsiapa yang dikaruniai seorang
anak, lalu dia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqomah di
telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin yang mengganggu anak kecil)
tidak akan membahayakan dirinya”.
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dalam
Asy-Syu’ab (8619), Abu Ya’la (678), dan Ibnu As-Sunny dalam ‘Amalul Yaum
(623) dari jalan Yahya ibnul ‘Ala` Ar-Rozy dari Marwan bin Salim dari
Tholhah bin ‘Abdillah dari Al-Husain bin ‘Ali.
Hadits ini bisa dihukumi sebagai hadits yang palsu karena adanya dua orang pendusta di dalamnya:
1. Yahya Ibnul ‘Ala`. Imam Al-Bukhary,
An-Nasa`i, dan Ad-Daraquthny berkata, “Dia ditinggalkan (arab: matra
ditinggalkan (arab: matruk)”. Imam Ahmad berkata, “Dia adalah pendusta,
sering membuat hadits-hadits palsu”. Lihat Al-Mizan (7/206-207) karya
Adz-Dzahaby dan Al-Kamil (7/198) karya Ibnu ‘Ady, dan mereka berdua
menyebutkan hadits ini dalam jejeran hadits-hadits yang diingkari atas
Yahya ibnul ‘Ala`.
2. Marwan bin Salim Al-Jazary. An-Nasa`i
berkata, “Matrukul hadits”, Imam Ahmad, Al-Bukhary, dan selainnya
berkata, “Mungkarul hadits”, dan Abu ‘Arubah Al-Harrony berkata, “Dia
sering membuat hadits-hadits palsu”. Lihat Al-Mizan (6/397-399)
4. Hadits ‘Abdullah bin ‘Umar -radhiyallahu ‘anhuma-.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا حِيْنَ وُلِدَا
“Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan dan Al-Husain
-radhiyallahu ‘anhuma- tatkala mereka berdua dilahirkan”.
Diriwayatkan oleh Imam Tammam
Ar-Rozy dalam Al-Fawa`id (1/147/333), dan di dalam sanadnya terdapat
rowi yang bernama Al-Qosim bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Hafsh Al-’Umary.
Imam Ahmad berkata tentangnya, “Tidak ada apa-apanya, dia sering berdusta dan membuat hadits-hadits palsu”. Lihat Al-Kasyful Hatsits (1/210)
5. Hadits Ummul Fadhl bintul Harits Al-Hilaliyah -radhiyallahu ‘anha-.
Dalam hadits yang agak panjang, beliau
bercerita bahwa Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah
bersabda kepadanya ketika beliau sedang hamil:
فَإِذَا وَضَعْتِيْهِ فَأْتِنِي بِهِ.
قَالَتْ: فَلَمَّا وَضَعْتُهُ, أَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي
أُذُنِهِ الْيُسْرَى
“Jika kamu telah melahirkan maka bawalah
bayimu kepadaku”. Dia berkata, “Maka ketika saya telah melahirkan, saya
membawanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, maka beliau
mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya
…”.
Al-Haitsmy berkata dalam Al-Majma’ (5/187),
“Diriwayatkan oleh Ath-Thobrany dalam Al-Ausath (4), dan di dalam
sanadnya ada Ahmad bin Rosyid Al-Hilaly. Dia tertuduh telah memalsukan hadits ini”.
Sebagai
kesimpulan kami katakan bahwa semua hadits-hadits yang menerangkan
disyari’atkannya adzan di telinga kanan bayi yang baru lahir dan iqomah
di telinga kirinya adalah hadits-hadits yang yang sangat lemah dan tidak
boleh diamalkan, wallahu A’lam.
_________
(1) Maka riwayat ini menunjukkan wajibnya mengazankan bayi yang baru lahir, karena asal dalam perintah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah bermakna wajib.
(2) Ini termasuk jarh (kritikan) yang sangat keras tapi dengan penggunaan lafadz yang halus, dan ini adalah kebiasaan Imam Al-Bukhary -rahimahullah-. Imam Al-Bukhary menggunakan lafadz ini untuk rowi-rowi yang ditinggalkan haditsnya. Lihat Fathul Mughits (1/372)
(3) Lihat kritikan lain terhadapnya dalam Al-Kamil (2/242-243) karya Ibnu ‘Ady
(4) Al-Mu’jamul Ausath (9/102/9250)
(1) Maka riwayat ini menunjukkan wajibnya mengazankan bayi yang baru lahir, karena asal dalam perintah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah bermakna wajib.
(2) Ini termasuk jarh (kritikan) yang sangat keras tapi dengan penggunaan lafadz yang halus, dan ini adalah kebiasaan Imam Al-Bukhary -rahimahullah-. Imam Al-Bukhary menggunakan lafadz ini untuk rowi-rowi yang ditinggalkan haditsnya. Lihat Fathul Mughits (1/372)
(3) Lihat kritikan lain terhadapnya dalam Al-Kamil (2/242-243) karya Ibnu ‘Ady
(4) Al-Mu’jamul Ausath (9/102/9250)
Sumber : http://al-atsariyyah.com/?p=950
Sumber artikel : kaahil.wordpress.com
0 komentar :
Posting Komentar