Sunnahnya Tahnik
Pengertian tahnik secara bahasa dan syr’i adalah mengunyah sesuatu dan meletakkanya di mulut bayi. Maka dikatakan engkau mentahnik bayi, jika engkau mengunyah kurma kemudian menggosokkannya di langit-langit mulut bayi..
Dianjurkan
agar yang melakukan tahnik adalah orang yang memiliki keutamaan,
dikenal sebagai orang yang baik dan berilmu. Dan hendaklah ia mendo’akan
kebaikan (barakah) bagi bayi tersebut.
Dalil tentang tahnik ini disebutkan dalam beberapa hadits di antaranya:
Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Lahir seorang anakku maka aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau memberinya nama Ibrahim. Beliau mentahniknya dengan kurma dan mendo’akan barakah untuknya. Kemudian beliau menyerahkan bayi itu kepadaku.”
[Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari) Muslim (2145 Nawawi),
Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab karya
beliau (8621, 8622)]
Dari Asma binti Abi Bakar Ash-Shiddiq ketika ia sedang mengandung Abdullah bin Az-Zubair di Makkah, ia berkata, “Aku
keluar dalam keadaan hamil menuju kota Madinah. Dalam perjalanan aku
singggah di Quba dan di sana aku melahirkan. Kemudian aku mendatangi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan anakku di
pangkuan beliau. Beliau meminta kurma lalu mengunyahnya dan meludahkannya ke mulut bayi itu,
maka yang pertama kali masuk ke kerongkongannya adalah ludah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu beliau mentahniknya dengan
kurma dan mendo’akan barakah baginya. Lalu Allah memberikan barakah
kepadanya (bayi tersebut).” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5469 Fathul Bari), Muslim (2146, 2148 Nawawi), Ahmad (6247) dan At-Tirmidzi (3826)]
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Aku
pergi membawa Abdullah bin Abi Thalhah kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika ia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang mencat seekor
untanya dengan ter. Beliau bersabda kepadaku “Adakah kurma bersamamu?”.
Aku jawab, “Ya (ada)”. Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma dan memasukkannya ke dalam mulut beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat. Kemudian beliau mentahniknya,
maka bayi itu membuka mulutnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian memasukkan kurma yang masih tersisa di mulut beliau ke maulut
bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-gerakan ujung lidahnya
(merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”. Lalu
beliau menamakannya Abdullah.” [Dikeluarkan oleh Al-bukhari (5470
Fathul Bari), Muslim (2144 Nawawi), Abu Daud (4951), Ahmad (3/105-106)
dan lafadh ini menurut riwayat Ahmad dan diriwayatkan juga oleh
Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab (8631)]
Hadits-hadits
di atas kiranya cukup untuk menerangkan sunnahnya tahnik ini dan
kiranya cukup untuk menghasung kita bersegera melaksanakannya.
Berkata Imam Nawawi dalam Syarhu Muslim (14/372): “Dalam
hadits-hadits ini ada faidah, di antaranya: Dianjurkan mentahnik anak
yang baru lahir, dan ini merupakan sunnah dengan ijma’. Hendaknya yang
mentahnik adalah orang yang shalih dari kalangan laki-laki atau wanita.
Tahnik dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang
mentahnik dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan
tetapi tahnik dengan kurma lebih utama. Faidah lain diantaranya
menyerahkan pemberian nama untuk anak kepada orang yang shalih, maka ia
memilihkan untuk si anak nama yang ia senangi.” [Dinukil dengan sedikit perubahan]
Akan
tetapi tidak ada diriwayatkan dari sunnah kecuali tahnik denan kurma
sebagaimana telah lewat penyebutannya tentang tahnik Ibrahim bin Abi
Musa, Abdullah bin Az-Zubair dan Abdullah bin Abu Thalhah, maka tidak
pantas mengambil yang lain.
Hikmah Tahnik
Ulama
telah berbicara tantang hikmah yang terkandung dalam tahnik dan ada
beberapa pendapat yang mereka sebutkan dan mereka berselisih (berbeda
pendapat tentang hikmahnya). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang
memiliki sandaran dalil syar’i.
Berkata
Imam Al-Aini dalam Umdatul Qari: “Bila engkau bertanya apa hikmah
tahnik? Aku jawab: Berkata sebagian mereka: Tahnik dilakukan sebagai
latihan makan bagi bayi hingga ia kuat. Sungguh aneh ucapan ini dan
betapa lemahnya … dimana letaknya waktu makan bagi bayi dibanding waktu
tahnik yang dilakukan ketika anak baru dilahirkan, sedangkan secara umum
anak baru dapat makan- makanan setelah berusia kurang lebih dua tahun.
Sebenarnya
hikmah tahnik adalah untuk pengharapan kebaikan bagi si anak dengan
keimanan, karena kurma adalah buah dari pohon yang disamakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seorang mukmin dan juga
karena manisnya. Lebih-lebih bila yang mentahnik itu seorang yang
memiliki keutamaan, ulama dan orang shalih, karena ia memasukkan air
ludahnya ke dalam kerongkongan bayi.
Tidaklah
engkau lihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mentahnik
Abdullah bin Az-Zubair, dengan barakah air ludah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam Abdullah telah menghimpun keutamaan dan kesempurnaan
yang tidak dapat digambarkan. Dia seorang pembaca Al-Qur’an, orang yang
menjaga kemuliaan diri dalam Islam dan terdepan dalam kebaikan. [Umdatul
Qari bi Syarhi Shahih Al- Bukhari (21/84) oleh Al-Aini]
Kami katakan: Ini
adalah ludahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adapun selain
beliau maka tidak boleh bertabarruk dengan air ludahnya.
Ilmu
kedokteran telah menetapkan faedah yang besar dari tahnik ini, yaitu
memindahkan sebagian mikroba dalam usus untuk membantu pencernaan
makanan. Namun sama saja, apakah yang disebutkan oleh ilmu kedokteran
ini benar atau tidak benar, yang jelas tahnik adalah sunnah mustahab
yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah
pegangan kita bukan yang lainnya dan tidak ada nash yang menerangkan
hikmahnya. Maka Allah lah yang lebih tahu hikmahnya.
Sumber artikel : qurandansunnah.wordpress.com
0 komentar :
Posting Komentar