Suara merdu yang menghiasi Masjidil Haram
dengan lantunan ayat-ayat al-Quran kini telah pergi. Suara merdu itu
pergi bersama Syaikh Ali bin Abdillah bin Ali Jabir yang menemui ajalnya
di Jeddah pada hari Rabu tanggal 14 Desember 2005 setelah menjalani
masa sakitnya yang cukup lama. Syaikh Ali Jabir imam Masjidil Haram yang
lalu pernah menjadi staff pengajar mata kuliah fiqih muqaran (fiqih
perbandingan madzhab) pada fakultas studi Islam di Universitas Malik
Abdul Aziz Jeddah. Beliau menjadi imam Masjidil Haram dari tahun 1401
hingga Ramadhan 1409 H.
Syaikh Ali Jabir, ketenarannya pernah
memenuhi seluruh penjuru dunia Islam, karena suaranya yang sangat merdu
dan indah ketika membacakan ayat-ayat al-Qur’an. Pernah kaum muslimin
tergerak untuk memenuhi Masjidil Haram demi menikmati shalat yang
khusyu’ di belakang imam yang mereka cintai bahkan di luar itu kaum
muslimin suka menikmati bacaan ayat-ayatnya yang merdu melalui televisi
dan siaran radio ketika beliau mengimami qiyam Ramadhan yang penuh
berkah. Syaikh Ali Jabir termasuk qori` yang sangat masyhur bahkan
suaranya adalah suara terindah yang pernah dikenal oleh Masjidil Haram
dan dunia Islam pada umumnya di era modern ini. Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah memberinya suara yang indah dan merdu ketika mentartilkan
ayat-ayat al-Quran hingga dikagumi oleh semua orang.
Pertumbuhan Beliau
Syaikh Ali Jabir dilahirkan di kota
Jeddah pada bulan Dzulhijjah 1373 H. Pada usia lima tahun beliau pindah
ke Madinah al-Munawwarah bersama kedua orang tuanya untuk menjadikan
kota Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sebagai tempat
pemukimannya. Disana beliau hafal seluruh al-Quran pada usia sangat
belia. Tentang masa itu, beliau menuturkan, “Setelah saya pindah ke
Madinah an-Nabawiyah, saya masuk madrasah darul Hadits dan disana saya
menamatkan ibtidaiyyah dan i’dadiyah. Kemudian saya melanjutkan ke
ma’had tsanawi yang menjadi binaan Jamiah Islamiyah Madinah. Setelah itu
saya melanjutkan ke kuliah syari’ah dan lulus pada tahun 1395/1396 H
dengan nilai cumlaude. Kemudian saya melanjutkan ke ma’had ali lil qodho
pada tahun 1396/1397 H. Disana saya menyelesaikan seluruh mata kuliah
S2 kemudian saya menyiapkan tesis yang berjudul Fiqih Abdullah
bin Umar Radhiallahu ‘Anhu wa atsaruhu fi madrasatil Madinah (Fiqih
Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu dan pengaruhnya dalam madzhab
penduduk Madinah). Dan tesis itu diuji pada tahun 1400 H. Dengan demikian sayapun mendapatkan gelar Master.
Kehidupan Profesi Beliau
Syaikh Ali Jabir menyatakan keberatannya
untuk menjadi Qodhi (hakim) setelah mendapatkan gelar Master di bidang
hukum dan setelah ditunjuk untuk menjadi Qodhi. Kemudian Raja Khalid bin
Abdil Aziz mengeluarkan instruksi tentang pengangkatan beliau menjadi
dosen pada Fakultas Tarbiyah di Madinah Munawwarah cabang Universitas
Malik Abdul Aziz di Madinah al-Munawwarah, tepatnya pada jurusan bahasa
Arab dan studi Islam. Kemudian Raja Khalid mengeluarkan instruksi
tentang pengangkatannya sebagai imam di Masjidil Haram. Disebutkan bahwa
ketika pengangkatannya sebagai imam Masjidil Haram, Raja Khalid ikut
keluar bersama beliau menuju Masjidil Haram dan menyuruhnya maju untuk
mengimami shalat.
Syaikh Ali Jabir kemudian menyempatkan
diri untuk mengikuti program doktoral dan mengajukan disertasi dalam
mata kuliah perbandingan madzhab dengan judul Fiqih al-Qasim bin
Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiq yang diuji pada tanggal 22 Ramadhan
1407 H dan beliaupun mendapatkan gelar Doktor dengan nilai cumlaude.
Salah seorang teman dekatnya menceritakan, “Pada hari dimana Syaikh
Jabir berhasil mendapatkan gelar Doktor, beliau mengimami shalat tarawih
di Masjidil Haram sesuai dengan jadwalnya, karena pada waktu itu imam
shalat tarawih dibagi atas tiga imam, satu Syaikh mengimami satu hari
dan libur dua hari. Kebetulan pada hari beliau bergiliran mengimami
shalat tarawih itu beliau berhasil mempertahankan disertasinya. Meskipun
demikian beliau tidak absen dari mengimami tarawih, tetapi begitu
datang dari bandara, beliau langsung menuju Masjidil Haram untuk
langsung menunaikan kewajibannya. Kemudian setelah itu beliau menjadi
dosen pengajar di Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah, mengajarkan
materi al-Fiqhul Muqaran. Kemudian ketika Syaikh meninggalkan jabatannya
sebagai imam di Masjidil Haram pada tahun 1409 H, beliau tidak lagi
menjabat sebagai imam di masjid manapun. Akan tetapi, kemanapun beliau
pergi, para jamaah selalu meminta agar beliau mengimami shalat. Dan
beliau diminta untuk mengimami shalat tarawih disebuah masjid di Qassan
Jeddah karena masjid itu adalah masjid Jami’ yang paling dekat dengan
rumah beliau.
Syaikh Ali Jabir masih mengimami shalat
pada tahun 1410 H dan beberapa tahun sesudahnya. Kemudian setelah itu
beliau mengalami sakit tidak mampu berdiri lama, sehingga beliau shalat
separuh dan separuhnya lagi diteruskan oleh imam yang lain.
DR. Abdullah Bashfar, teman dekat Syaikh
Ali Jabir menjelaskan bahwa Syaikh Ali Jabir adalah orang yang dekat
terhadap hati masyarakat dan beliau adalah orang yang kuat hafalannya
dan tidak lupa terhadap orang yang pernah ditemuinya. Beliau adalah
sangat rajin mengulang-ngulang al-Quran dua juz pada setiap harinya.
Beliau melakukan hal itu hingga pada masa sakitnya yang parah… Syaikh
Ali Jabir, meskipun namanya memenuhi seluruh penjuru dunia tetapi beliau
tetap rendah hati, mencintai manusia sebagaimana merekapun
mencintainya. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar beliau
dirahmati, diampuni dan ditempatkan di sorganya yang luas.
DR. Hasan Safar (teman dekatnya di
Universitas Malik Abdul Aziz) mengatakan: “Beliau adalah termasuk dosen
ilmu syar’i yang paling baik, ilmu, akhlak, ketulusan, kelapangan dan
kecintaannya kepada manusia.
Syaikh Ali Jabir rahimahullah memberikan
pelajaran pada studi Islam. Beliau memiliki metodologi yang khas dalam
menghadirkan dalil-dalil. DR. Muhammad Basyir Haddad (teman dekatnya di
Universitas) mengatakan, “Pertama kali umat Islam mengenal Syaikh Ali
Jabir di al-Haram al-Makki adalah ketika pendengaran mereka tersentak
dan tersentuh dengan suaranya yang merdu dan indah ketika mentartilkan
ayat-ayat al-Quran pada waktu shalat tarawih. Mereka benar-benar dapat
merasakan manisnya makna-makna agung yang terkandung didalam ayat-ayat
al-Quran yang menyebabkan adanya perubahan yang sangat nampak. Yaitu
banyak dari para pemuda dan orang tua yang tadinya malas dalam
melaksanakan shalat tarawih, kini berlomba-lomba untuk mendatangi
masjidil haram dari segala penjuru. Suatu fenomena yang belum dikenal
sebelumnya. Bahkan suara beliau yang merdu itu banyak memotifasi anak
kecil dan pemuda untuk menghafalkan al-Quran dan membacanya dengan
tajwid yang sebelumnya juga belum dikenal. Di samping beliau diberi
keindahan dalam melantunkan al-Quran, beliau juga diberi keistimewaan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kemampuan ilmu fiqih.”
Semoga Allah merahmati beliau dan memasukkannya kedalam syurganya.
Ketika beliau wafat, yang menangani
pemandiannya adalah tiga orang; putranya yang bernama Abdullah, dan dua
orang sukarela. Salah seorang yang memandikan menulis kesaksiannya
ketika hendak pergi memandikan Syaikh. Abu Ghanim mengatakan, “Ketika
saya mendengar berita wafatnya Syaikh, saya sangat tersentak dan kaget
padahal saya tidak mengenal syaikh secara pribadi, setelah mengetahui
tempat jenazah Syaikh di rumah sakit, saya memperlihatkan keinginan saya
untuk memandikan Syaikh. Akan tetapi putra-putra beliau menolaknya
dengan alasan sudah banyak orang yang meminta hal itu dan mereka merasa
tidak enak. Akan tetapi setelah beberapa jam datanglah kemudahan, yaitu
ketika putra beliau yang paling besar yang bernama Abdullah menyetujui
keinginan saya. Saya segera bergegas menuju rumah sakit. Kamipun mulai
memandikan beliau. Saya, seorang sukarelawan yang lain dan putra beliau,
Abdullah. Maka terjadilah apa yang tidak kita sangka. Tatkala beliau
dalam keadaan tertutup di atas keranda, dan beliau adalah orang yang
badannya sangat besar, demi Allah kami bertiga menggotongnya dari
keranda ke meja pemandian dengan sangat mudah hingga kami berpandangan
sangat terheran-heran dari ringannya tubuh beliau yang sangat besar itu.
Bukan ini tempat pelajarannya, dan bukan ini tempat perenungannya,
ketika kami mulai melepas baju yang ada pada beliau, ternyata tubuh
beliau seolah-olah tidak pernah masuk ruang pendingin. Tubuh beliau
tidak dingin sama sekali akan tetapi suhu badan beliau normal seperti
layaknya mayat biasa. Bukan disini tempat pelajaran dan perenungannya….
Ketika kami membuka wajah beliau,
ternyata senyuman nampak jelas pada wajah beliau. Saya katakan kepada
putranya, Abdullah: “Lihatlah senyuman ini!” Maka mengalirlah air
matanya karena terharu dengan apa yang dia lihat.”
Bukan disini pelajarannya dan bukan disini perenungannya….
Dari tahun-tahun yang saya lalui dalam
pekerjaan ini, dan dari sela-sela banyak dan banyak kondisi yang pernah
melewati saya, apabila jasad berdiam dalam ruang pendingin selama lebih
dari dua jam, maka ia mengeras dan membatu secara sempurna bahkan
terkadang engkau dapat menyaksikan adanya potongan-potongan es diatas
jasad tersebut hingga apabila engkau menyentuh bagian perut, seolah-olah
engkau menyentuh papan kaca yang sangat dingin. Kedua tanganpun melekat
di dada dan kedua kaki membatu sebagaimana keadaannya. Dan engkau tidak
akan dapat menggerakkan apapun dari tubuhnya. Akan tetapi Syaikh Ali
Jabir berdiam dalam lemari es selama dua belas jam dan ketika engkau
menggerakkan tangannya, tangannya itu bergerak dengan sangat mudah
seolah-olah beliau itu sedang tidur. Saya melihat kepada pembantu saya
yang dengan cepat menggerakkan tangan yang lain diapun melihat kepada
saya dengan terbengong-bengong sementara Abdullah putra beliau ada
dibagian kepalanya. Saya tanyakan kepadanya: “Kapankah Syaikh ini masuk
lemari es?” Dia menjawab: “Kemarin jam sembilan malam.” Allahu akbar!
Sahut saya dengan suara keras. Saya katakan itu karena ini adalah
keadaan yang paling aneh yang pernah alami. Dua belas jam dalam lemari
es tidak ada pengaruh dingin pada jasadnya dan anggota tubuhnya dapat
digerakkan dengan mudah!? Kini kedua mata Abdullah kembali mencucurkan
air mata. Akan tetapi dia kini tidak sendirian karena semua dari kita
melelehkan air mata yang membasahi pipi kita.
Setelah kami shalat Dzuhur di masjid
Jami’, kami membawa Syaikh menuju tempat yang hati beliau sangat terpaut
kepadanya. Tempat dimana beliau mengimami manusia shalat di dalamnya.
Tempat yang dikenal oleh seluruh umat Islam yaitu menuju Masjidil Haram.
Disana kami dapati manusia berdesak-desakkan masing-masing ingin
mengambil bagian untuk mendapatkan kemuliaan membawa jenazah Syaikh.
Setelah usai shalat jenazah, rombongan yang sangat besar jumlahnya dan
iring-iringan mobil yang panjang mengikuti jenazah beliau menuju
pemakaman. Kami menghabiskan banyak waktu di jalan karena kemacetan yang
sangat padat sementara air mata manusia mengalir dan tangan terangkat
semuanya mendoakan untuk seorang ulama yang telah pergi. Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
merahmatimu wahai DR. Ali bin Abdillah Jabir… Semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala merahmatimu wahai Syaikh al-Haram… Semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala merahmatimu wahai Qori’ yang memiliki suara merdu di zaman ini.
Kami keluarga besar majalah Qiblati
menyampaikan rasa belasungkawa kepada keluarga Syaikh kami yang mulia.
Kami memohon kepada Allah pemilik Arsy yang agung agar menganugerahkan
kepada mereka ketenangan,kesabaran dan pahala yang agung serta ampunan
bagi keluarga yang meninggal.
Ya Allah! Ampunilah Syaikh! Rahmati dan
tempatkan dalam syurga Firdaus-Mu yang tinggi, sucikan dari segala dosa
sebagaimana kain putih disucikan dari noda. Dan bersihkan ia dengan air
salju dan embun. Ya Allah, ampunilah segenap kaum muslimin dan muslimat
yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia. Amin.
Sumber: abangdani.wordpress.com
0 komentar :
Posting Komentar