Sudah menjadi kesepakatan para ulama,
termasuk tokoh ulama dari kalangan empat mazhab, bahwa membangun masjid
di atas kuburan adalah terlarang (diharamkan), ber-dasarkan beberapa
hadits berikut ini:
1. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika sedang terbaring sakit beliau bersabda, “Allah telah melaknat orang-orang yahudi dan nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid (tempat peribadatan).” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaberkata, “Kalau bukan karena alasan itu niscaya kuburan beliau ditampakkan (di kubur di tempat terbuka di luar rumahnya), sebab dikhawatirkan kuburan beliau dijadikan masjid.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
2. Dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda, “Semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid (tempat peribadatan).” (HR. al-Bukhari)
3. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam hadits yang lain, “Mereka adalah kaum yang apabila ada seorang hamba yang shalih atau seorang laki-laki yang shalih meninggal dunia, mereka bangun masjid di atas kuburannya, dan mereka juga melukis lukisan (mereka) itu di dalamnya, mereka tersebut adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi)
4. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ingatlah bahwa sesungguhnya umat sebelum kalian, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid, karena itu ingatlah (dan) janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena sesunguhnya aku melarang yang demikian itu.” (HR. Imam Muslim)
Dan masih banyak hadits lain yang
semakna dengan hadits-hadits di atas. Demikian juga halnya para ulama
telah bersepakat bahwa shalat di masjid yang di dalamnya terdapat
kuburan juga terlarang, baik kuburan tersebut di arah kiblat, atau di
bagian belakang, di samping kanan atau sebelah kiri.
Jika kuburan yang ada di dalam masjid
tersebut ada di bagian arah kiblat, maka larangan shalat di masjid
tersebut adalah lebih tegas lagi, sebagaimana Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah kalian shalat menghadap ke kuburan.” (HR. Muslim, Abu Dawud dll)
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya yang lain,
“Janganlah kalian shalat menghadap ke arah kuburan dan jangan pula kalian shalat di atas kuburan.” (HR. At-Tibrani)
Bahkan menurut mazhab Hambali melakukan shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan adalah batal atau tidak sah. (Tahziir As-Saajid hal.41, 126)
Syeikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz rahimahullah ditanya, “Apa hukum shalat di masjid yang terdapat di dalamnya kuburan?”
Dijawab oleh beliau, “Tidak
diperbolehkan melaksanakan shalat di masjid yang terdapat kuburan di
dalamnya. Kuburan tersebut wajib dibongkar dan dipindahkan ke pemakaman
umum, sebab apabila ada satu kubur terdapat di suatu tempat khusus, maka
tempat itu disebut kuburan. Oleh karena itu tidak boleh dibiarkan
kuburan berada di dalam masjid baik itu kuburan (yang diklaim) sebagai
kuburan wali ataupun selainnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
telah melarang dan memperingatkan dengan tegas tentang hal itu, dan
beliau telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena melakukan
hal serupa, sebagaimana sabdanya,
“Allah telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid (tempat peribadatan).” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Dan juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan, “Beliau telah memperingatkan (kalian) tentang apa yang mereka lakukan”. (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Umu Salamah dan Umu Habibah radhiyallahu ‘anhuma, menceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang gereja yang pernah mereka lihat di daerah Habsyah, yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, (mendengar hal itu) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda,
“Mereka adalah kaum yang apabila ada seorang hamba yang shalih atau seorang laki-laki yang shalih meninggal dunia, mereka bangun masjid di atas kuburan-nya, dan mereka juga melukis lukisan (mereka) itu di dalamnya, mereka tersebut adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Juga sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Ingatlah bahwa sesungguhnya umat sebelum kalian, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid, karena itu ingatlah (dan) janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, karena sesunguhnya aku melarang yang demikian itu.” (HR. Imam Muslim)
Beliau telah melarang menjadikan kuburan
sebagai masjid, beliau melaknat orang-orang yang melakukannya dan juga
mengkhabar-kan bahwa mereka adalah sejelek-jelek makhluk, maka wajib
atas kita untuk hati-hati terhadap peringatan itu.
Orang yang shalat di sisi kuburan, juga
orang yang membangun masjid di atas kuburan adalah termasuk mereka yang
menjadikan kuburan sebagai masjid. Maka wajib menjauhkan kuburan dari
masjid serta jangan menjadikan kuburan berada di dalam masjid, sebagai
realisasi keta’atan kita terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat di masjid yang ada kuburannya
selain beresiko mendatangkan bisikan syaithan agar berdo’a kepada si
mayit, memohon pertolongan (istighotsah) kepadanya, shalat, atau sujud
kepadanya, sehingga pelakunya terjerumus kepada syirik besar, juga
merupakan perbuatan orang yahudi dan nashrani yang wajib untuk kita
selisihi.
Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah,
menjelaskan hukum shalat di masjid yang terdapat di dalamnya kuburan,
beliau berkata, “Kandungan isi dari hadits-hadits di atas (tentang
larangan membangun masjid di atas kuburan/menjadikan kuburan sebagai
masjid) adalah larangan mengerjakan shalat di masjid yang dibangun di
atas kuburan. Apabila dilarang membangun masjid di atas kuburan, maka
larangan yang lebih utama adalah mengerjakan shalat di dalam masjid
tersebut, sebagaimana halnya seseorang dilarang menjual khamr, maka
lebih keras lagi adalah larangan meminumnya.”
Ketika Allah subhanahu wata’ala
memerintahkan kaum muslimin untuk membangun masjid, maka kandungan
perintah-Nya adalah agar masjid tersebut diperguna-kan untuk
melaksanakan shalat, karena itulah tujuan utama pembangunan masjid.
Demikian juga halnya tatkala Dia melarang membangun masjid di atas
kuburan, maka kandungan larangan-Nya adalah terlarang menger-jakan
shalat di dalam masjid tersebut. Hal ini sangatlah jelas bagi orang yang
berakal. (Tahziir As-Saajid hal.30-31)
Beliau juga memberikan perincian:
Apabila tujuan seseorang melaksanakan shalat di masjid tersebut adalah
untuk mencari dan mengharapkan keberkahan dari penghuni kuburan
tersebut, maka sholatnya tidak sah (shalatnya batal). Namun apabila
tujuan melaksanakan shalat di masjid tersebut adalah bukan untuk mencari
keberkahan dari penghuni kuburan, maka shalatnya tidak batal, namun
tetap dimakruhkan. (Tahziir As-Saajid hal.122-123)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, pernah ditanya, “Apakah sah melaksanakan shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan? Sedangkan di masjid itu orang-orang melaksanakan shalat Jama’ah & Jum’at.”
Beliau menjawab, “Alhamdulillah, telah
menjadi kesepakatan para ulama bahwa tidak diperbolehkan membangun
masjid di atas kuburan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Sesungguhnya
orang- orang sebelum kalian biasa menjadikan kuburan sebagai masjid,
karena itu janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid,
sesungguhnya aku melarang kalian melakukan hal itu.”
Karena itu tidak diperbolehkan mengubur
jenazah di dalam masjid. Jika masjidnya yang ada terlebih dahulu, maka
kuburannya harus dihilangkan atau dibongkar jika kuburannya masih baru,
dan jika kuburannya yang ada terlebih dahulu, maka masjidnya harus
dibongkar atau bentuk kuburannya dihilangkan, karena masjid yang berada
di atas kuburan tidak boleh dipergunakan untuk melaksanakan shalat
fardhu maupun shalat sunnah, hal itu terlarang. (Majmu’ Fatawa 1/107, 2/192)
Hukum yang telah dijelaskan di atas dikecualikan bagi masjid Nabawi di Madinah, berdasarkan beberapa dalil berikut ini:
1. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Shalat di masjid ini (Masjid Nabawi) lebih utama 1000 kali dibandingkan masjid lainnya kecuali Masjidil Haram (Mekkah)”. (HR. al-Bukhari, Muslim dll)
2. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tempat yang ada antara rumahku dan mimbarku adalah Raudhah (suatu taman) dari taman-taman surga”. (HR. al-Bukhari, Muslim dll)
3. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Janganlah
menambatkan kendaraan kalian (maksudnya mengadakan perjalanan jauh
untuk mencari berkah) kecuali di tiga masjid; Masjidil Haram (Mekkah),
Masjidil Aqsho dan Masjid ini (Masjid Nabawi).” ( Muttafaqun ‘Alaihi)
4. Tentang keutamaan Masjid Nabawi
dibandingkan masjid yang lain sudah ada sebelum adanya kuburan beliau di
dalam masjid, jadi keutamaan Masjid Nabawi bukan karena adanya kuburan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalamnya.
5. Kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sebelumnya ada di luar masjid, bukan di dalam masjid seperti yang ada
sekarang, lebih tepatnya kuburan beliau tersebut ada di dalam kamar
istrinya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, lalu ketika Khalifah Al-Walid Ibnu Abdul Malik rahimahullahshallallahu ‘alaihi wasallamradhiyallahu ‘anha, pada saat itu “generasi shahabat” sudah berlalu, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa mencegah perbuatannya.
memerintah pada tahun 88 Hijriyah, beliau memperluas Masjid Nabawi dan
memasukkan kamar-kamar istri-istri Rasulullah ke dalam masjid, termasuk
kamar ‘Aisyah
6. Perluasan masjid sudah sering
dilakukan oleh generasi sebelumnya, seperti Khalifah Umar Bin Khattab,
Khalifah Utsman Bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhuma namun mereka tidak memperluas Masjid Nabawi ke arah rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jadi apa yang lakukan oleh Khalifah Al-Walid Bin Abdul Malik itu adalah kesalahan, semoga Allah subhanahu wata’ala mengampuni kesalahannya dan perbu-atannya itu jelas-jelas bertentangan dengan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah dijelaskan di atas. (Abu Abdillah Dzahabi)
Sumber: moslemsunnah.wordpress.com