Selasa, 03 Januari 2012

Bagi wanita, memiliki suami shalih adalah dambaan. Lebih-lebih sudah shalih, masih ditambah romantis, penyayang, penyabar, ringan tangan dan perhatian, tentu makin diimpikan, karena sangat langka dan semakin susah didapatkan. Ada yang beruntung mendapat suami penyabar,tapi kurang perhatian. Ada yang suaminya ahli ilmu dan rajin ibadah, sayang pemarah dan kurang sabaran, dan seribu satu macam kasus lainnya.
Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik terhhadap keluarganya….”
Andai saja setiap suami mau lebih menghayati, dan selanjutnya mengamalkan pesan penting yang terkandung di dalam hadits ini, tentu mereka akan lebih hati-hati dalam bersikap dan berbuat terhadap istri serta anak-anaknya.
Sebagaimana fitrahnya, wanita adalah makhluk perasa, dalam artian lebih dominan pemakaian perasaan daripada akalnya. Hal ini menuntut konsekuensi lebih bagi suami, untuk lebih dapat mengontrol semua ucapan dan tingkah laku di hadapan istrinya. Contoh kecil, ada istri yang bertanya, “Mas, gimana masakan saya?” Jika memang enak, mudah saja bagi suami untuk berkata bahwa rasanya enak, habis perkara. Tapi tidak sesederhana itu bagi sang istri. Bagaimana sikap, mimik wajah serta intonasi suara suami saat menjawab, akan sangat mempengaruhi bagaimana perasaannya dalam menyikapi dan ‘membalas’ jawaban suami tersebut. Antara jawaban datar, “Enak”, atau ditambah pujian “Enak banget, seneng aku punya istri pinter masak,” atau seakan-akan memuji, padahal menyindir, “Wah,enak banget, beli dimana?” tentu masing-masing punya efek berbeda di hati sang istri. Jawaban pertama biasa saja, kedua bisa membuatnya bahagia dan berbunga-bunga, yang ketiga, pasti melukai hatinya.
Tak perlu berlebihan, sekedar membantu mengangkat jemuran, meski hanya sesekali, atau sedikit memuji, meski tak tiap hari, sudah lebih dari cukup sebagai penyegar batin sang istri yang sangat rentan terhadap kejenuhan, kelelahan, dan bahkan frustasi menjalani rutinitasnya sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Sungguh malang seorang istri yang sudah capek dan repot mengurus pekerjaan rumah, tiap hari hanya dapat sindiran dan muka masam dari suami. Bisa jadi hatinya terluka karena merasa tidak dihargai. Jika selalu begitu tiap hari, perasaan tersebut terakumulasi menjadi bibitbibit benci dan berprasangka buruk, jangan-jangan suami sudah tidak peduli lagi dengan cinta, pengabdian dan pengorbanannya selama ini? Bila prasangka dan luka hati itu sudah mengendap di hati istri, jangan berharap ia mau bersusah-susah untuk berdandan dan tampil menawan di hadapan suami.
Sesungguhnya, Islam sangat tidak menghendaki hal yang demikian. Islam adalah agama yang senantiasa menganjurkan agar senantiasa terjalin keharmonisan di antara umatnya. Salah satunya dengan anjuran untuk selalu bermuka cerah bila bertemu dengan saudaranya sesama muslim. Tentu bagi pasangan suami istri, hal ini harus lebih ditekankan lagi, karena dari raut wajah kita saja, sudah sangat berpengaruh terhadap kesan dan suasana hati lawan bicara kita, siapa pun dia. Apalagi terhadap pasangan hidup, yang intensitas pertemuan dan rasa keterikatan satu sama lain berkali lipat lebih kuat.
Anjuran bagi istri untuk “menyenangkan saat dilihat suami”, sebenarnya juga berlaku sebaliknya bagi suami untuk juga menyenangkan saat dilihat, bergaul dan berinteraksi dengan istri. Karena bagaimanapun, sebagai satu “tim” masing-masing pihak saling membutuhkan dan saling mempengaruhi. Suami yang bijak, selalu berusaha mengkondisikan suasana dalam rumah tangganya agar selalu harmonis dan bahagia.

Sumber : akhsa.wordpress.com

0 komentar :

Posting Komentar